Saturday, January 28, 2012

The Unfair World

Seringkali dunia gak sesuai apa yang kita mau. Kita juga gak bisa atur dunia untuk turutin semua mau kita.
Tapi kalo dunia ini gak adil, boleh kan kita sesaat berteriak menumpahkan kekesalan kita?

Sebentar lagi Januari abis, sebentar lagi gw hadepin UN di bulan April. Berbagai-bagai liburan, kelas tambahan, pr2 dan sebagainya cukup bikin gw was-was gak ada waktu lagi buat persiapan UN, apalagi SNMPTN. Wajar dong gw was-was. Temen-temen di skolah lain udah pada TO, malah ada yang udah bimbel 1 tahun. Gw? Buka buku aja belom woi...

Tapi keadaan sekitar gw alias sekolah gw, bikin gw heran bgt. Rasanya cuma gw yang niat-niatin kerjain soal2, cari buku di perpus, bikin ringkasan dari kelas 1-3 (wajar dong gk ikutan bimbel). Bayangin aja, gw pulang jam 2.40 tp pulang ke rumah jam 5.00 karena gw belajar dl di perpus (krn di rumah gw tau gw gak bisa belajar). Lama-lama gw heran dan berasa bodoh. Berasa gw ini freak bgt. Sampai akhirnya di salah satu kesempatan ulangan Geografi yang bahannya bahan UN, gw dapet 7, tmn gw ada yang dapet 5 dan dia teriak "YEESS masih lulus UN!". Dan gw tau bgt dia santai leha-leha. Ya, dia bener, dia masih lulus UN dengan persiapannya yang nol. Well, gw berasa bodoh...

Sebelum persiapan-persiapan UN yang membosankan...
Sekolah gw kasih tugas bikin paper kelulusan (macem skripsi laa). Itu bikinnya susaaahhh bukan maen. Gw kebut mati2an begadang berhari-hari kejar deadline kumpul. Gw kerjain sebaik apa yang gw bisa. Sebenar-benarnya aturan dan koreksi yang dikasi ke gw. Dan rasanya cm gw yang udah selesai tgl 16 Desember, deadline waktu itu. Sampai sekarang? gak ada kabar. Temen-temen dengan enaknya bilang "batalin aja laah... udah mau UN". Gw rasa sekolah juga gak akan tega untuk siksa anak-anak yang bahkan ada latar belakang pun beloman. Well, i agree. Daripada urus paper mendingan UN. But... How about me? Well again.. Gw berasa bodoh..

Gw gak pengen belajar. Yang gw pengen adalah belajar apa yang gw mau plajari. Baca buku sepuas yang gw mau tanpa perlu kerjain kerjaan sekolah. Leha-leha seperti yang gw mau tanpa perlu mikirin urusan OSIS. Gw pengen lakuin apa yang gw mau tanpa perlu bertanggung jawab. Gw pengen rasain namanya bekerja seingetnya, bukan sebaik-baiknya. Gw pengen jadi sekitar gw, jadi mereka.Toh, tetep ada orang di bumi ini yang se-freak itu.

Tapi gw inget kenapa gw kerja sebaik-baiknya. Inget untuk apa gw kerja. Sekalipun kerjaan gw gak dianggep demi org2 lain yang gak kerja, I have something that they don't have. Gw punya PROSES yang belum dipunyai yang lain. Gw belajar. Karena belajar bukan hasil, tapi proses.  Well.. Kalo memang gw freak, so be it. Karena gw tau 'freak' menurut siapa dan 'bener' menurut Siapa. I live in this unfair world. But then again, I have received my portion - precious portion.

Wednesday, January 25, 2012

"Bumi Manusia"



"Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya"

“Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana”  


“Kowé kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!” 

“Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan”


“Kita telah melawan Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.” 

"Jas Merah"

Salah satu syarat kelulusan sekolah gw (jika masih dapat dikatakan seperti itu) adalah menulis paper minimal 15-20 halaman. Paper ini bukan sembarang essay atau kumpulan essay yang main-main. Bukan hanya opini, tapi laporan penelitian dengan metode penelitian yang benar. Bisa dibilang skripsi ala anak SMA gitu deh...

Gw sedikit bosan dengan essay/paper sosial yang sudah-sudah. Seringkali terlalu teoritis, idealis, ngawang dan gak applicable. Buat peninggalan satu-satunya yang bakal dipajang di perpus, (angkatan pertama pula!) gw gak mau kasih yang keren-keren doang, tapi yang beneran bisa diterapkan dan bermanfaat (yang pada akhirnya gw setengah mati selesaikan tuh paper yang gak menarik T__T). So, gw pilih soal pengajaran sastra/apresiasi sastra di SMA.

Singkat cerita, isinya tentang apa sih apresiasi sastra di sekolah itu, udah jalan belom di sekolah, harus gmn supaya apresiasi sastra bisa terlaksana. Katanya supaya generasi muda "mampu menghargai khazanah budaya Indonesia" (Tujuan SK-KD BI). Tapi kok seringkali kita cm baca ringkasan cerita, apalin nama sastrawan, periodisasi dan blah blah blah lainnya yang akhirnya gak bawa kita baca sendiri karya sastra itu. Gw tau Siti Nurbaya itu karya sastra. So what? Gmn gw bisa hargain kalo gw gak baca karya sastra itu? Yah, inti paper gw begitulah.. Tapi gw gak lagi mau bahas paper gw (yang menyedihkan) disini.

Gara-gara tu paper, gw jadi tertarik buat mulai baca-baca karya sastra. Daridulu gw baca cerpen sastra juga, tapi bukan karya sastra yang terkenal. Karena dorongan sodara jg, jadinya gw baca salah satu karya sastra paling agung yang Indonesia punya: "Bumi Manusia", karya Pramodya Ananta Toer. Sodara gw blg Om Pram itu hebat bgt, gak heran berkali-kali masuk nominasi Nobel. "Dia bisa bikin gw yang gak nasionalis ini jadi menggebu-gebu dengan nasionalisme!". Gw pernah intip beberapa halaman buku itu, tapi karena teriakan buku-buku lain yang cemburu, buku tebel om Pram pun gw tinggalin dulu.

In the end, gw baca buku Pram. Gw gak se-addicted sodara gw itu. Gak semenggebu-menggebu itu juga. Tapi gw berbinar-binar baca bukunya. Ceritanya, alurnya, karakternya, bikin merinding. Keren. Setelah selesai gw jg masih aja tenggelam dalam buku itu. Banyak pertanyaan yang muncul, banyak pertentangan yang gw pikirkan.

Beberapa hari setelahnya gw baca "Madre", dihitung sebagai karya sastra juga (jaman modern), karya Dee. Gw bisa menikmati membacanya. Tapi setelah selesai, ya selesai. Ceritanya memang lumayan "inovatif" dan banyak sekali cerita-cerita modern yang segar, baru. Tapi kesan yang ditinggalkan beda bgt. Terus gw mikir apa yang bedain karya sastra jaman jebot itu dengan karya sastra jaman sekarang? Banyak bgt dan beda bgt pastinya!! Jauh! Tapi satu hal yang mnurut gw paling mahal: sejarah.

"Bumi Manusia" jelas mengambil satu cuplikan kehidupan yang berbeda masa jauhnya dengan kita sekarang. Permasalahan yang diangkat dalam, luas, dan bermakna. Tentang perlawanan pada feodalisme dan kolonialisme. Tentang seorang Jawa yang mengenyam pendidikan Eropa dan sadar bangsanya terpuruk begitu rendah seperti cacing. Tentang ketidakadilan, devide et impera, tentang cinta. Ceritanya begitu agung, memperkenalkan satu dunia yang tidak pernah kita tinggali, membuat kita lebih mengerti akan sejarah yang membawa kita kepada hari ini. Sama halnya dengan karya sastra yang lain seperti "Ronggeng Dukuh Paruk" yang juga menarik kita memasuki mesin waktu untuk melihat sejarah. Mereka semua mampu mengabadikan kehidupan mereka saat itu dengan tulisannya. Mereka mengabadikan sejarah melalui tulisannya! Sayangnya cari buku tetralogi Pram di Gramed susahnya minta ampun, dimana-mana gak ada. Sejarah itu mahal bgt, tapi apa iya saking mahalnya org gak mau liat barang sedetikpun?


Bukannya mau bersendu-sendu ria mengenang masa-masa lalu, menertawakan atau menangisi keironisan sejarah. Tapi kata Om Hegel, sejarah terbesar dalam hidup manusia adalah kita tidak pernah mau belajar dari sejarah, kurang lebih begitu. Sejarah itu mahal harganya. Sejarah itu harus dipelihara. Karena itu, benar jg kata Sukarno. Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah!

Wednesday, January 4, 2012

Topeng Kaca


"Di panggung, kamu bisa jadi siapa saja. Kamu punya seribu topeng dalam dirimu"

Arrgggghhh.... Komik lawas satu ini ternyata berhasil bikin gw addicted bgt!! Gw tau komik ini dari guru drama gw di sekolah. Eh pas liburan dia kasih gw komik ini langsung 12 seri. Heran, emangnya bgs bgt ya? Yang kasih ke gw guru cowok lagi. Komik cantik gitu looohh.. Emang ada isinya? Pikiran gw waktu itu. Tapi ternyata, waktu liburan gw abis buat baca komik ini. Gak pake stop, teman-temans! Yang jelas bukan karena gw tergila-gila sama drama (seperti Maya, tokoh utama dalam komik ini, haha). Gw suka bgt sama drama. Tapi komik ini bener-bener komik yang seru abis. 

Komik yang udah berumur 35 tahun ini bukan tipe komik cewek yang doyan nangis, kesandung terus pelukan sama cowoknya, atau kisah-kisah 'cewek' lainnya. Yap, Suzue Miuchi pintar sekali menulis cerita yang ringan, inspiratif, tapi penuh energi dan berbobot. 

Komik ini bercerita tentang satu cewek bernama Maya, yang tergila-gila dengan drama. Sampai satu saat dia dididik secara langsung oleh Tsukikage, mantan artis terkenal yang pernah memerankan "Bidadari Merah", karya no. 1 dalam dunia drama. Bu Tsukikage mencari seorang artis yang dididiknya sendiri untuk dapat mengabadikan "Bidadari Merah", karya yang sangat fenomenal dan direbutkan semua artis dan rumah produksi. 

Maya yang tidak cantik, bodoh, dan tidak pernah mempelajari teknik drama, harus bersaing dengan Ayumi seorang artis muda no.1 yang cantik, bisa apa saja, dan memiliki teknik akting sangat tinggi., dalam memperebutkan Bidadari Merah. Tapi "aku tidak pernah menang satu kali pun dari dia," kata Ayumi. Ayumi punya teknik drama yang tinggi, namun Maya punya bakat/jiwa drama sejati yang tidak dimiliki Ayumi.

Persaingan sengit antara dua calon Bidadari Merah ini tidak pernah membosankan. Teknik-teknik drama, proses pencarian 'jiwa' drama, sampai lika liku kehidupan tiap karakternya mampu bikin gw pelototin ni komik seharian. Dan bagi pecinta serial cantik sejati, jangan takut bosan membacanya, karena tetap ada romantisme remaja di komik ini. Tapi tetap saja unik dibanding komik-komik lainnya. Maya memikat hati direktur muda Masumi yang berbeda 11 tahun lebih tua darinya! ARGGHH gw juga suka bgt sama karakter si Masumi di sini. Cowo dingin, jahat, kejam, gak punya hati, tapi diam-diam terus tolongin Maya, romantis, dan hangat. Kyaaa...
Jangan ketinggalan buat baca komik bermutu satu ini. wkwkwk

Forgotten #15 (End)

Aku raba tulisan 'OF' di pohon itu. Otto tersenyum dan aku tertawa.
"Aku tahu kamu pasti kembali kesini"
"Bagaimana Fanny bisa ke sini kalo yang ada Lisa?"
Otto menatapku dengan khawatir. Tapi kalimat itu kuucapkan tanpa beban hati yang berat. Otto tersenyum kembali.
"Tak apa. Lisa jauh lebih cantik, feminin, dan anggun daripada Fanny"
"Kalau Fanny mendengarnya kamu pasti sudah mati tenggelam di danau"
"Hahaha.. Fanny tidak akan rela aku mati. Ya kan?"
"Dasar bodoh, jelek, dungu"
"Hahaha.. Cewek cantik yang jahat memang selalu menggoda ya"
"Genit!"
"Hahaha.."


"Danau ini indah sekali, masih sama indahnya seperti dulu," mataku menerawang ke arah kilau air danau dan bayang-bayang dedaunan yang menimpanya.
Otto terdiam sejenak, lalu menatapku lekat-lekat.
"Fanny, aku kaget kamu bisa cepat kembali tertawa. Kamu hebat. Kamu kuat, masih seperti dulu. Janji ya, jangan pernah hapuskan senyum itu. Jangan pernah kehilangan harapan".
"Ya, karena aku tahu ada Tuhan yang selalu memberiku harapan. KasihNya lebih besar dari semua kesalahanku. Tapi, bagaimanapun juga aku tetap manusia biasa yang bisa lemah".
"Tenang saja!! Mas Otto akan tetap menjaga Fanny!!" kata Otto sambil meloncat berdiri dengan gaya superhero-nya. Spontan saja aku tertawa, dan akan selalu tertawa.
"Bodoh"
"Ah, kapan kamu panggil aku ganteng? Kadang aku ingin kamu seperti gadis desa lainnya. Begitu aku lewat, kamu langsung tertarik oleh magnetku, Fanny. Hahaha! Oh, ya, tidak apa-apa kalau aku panggil Fanny?"
"Tidak apa-apa. Aku tidak membuang Fanny. Toh Tuhan mengijinkannya ada dalam hidupku."
"Wah, dewasa sekali kata-katamu itu ya! Mbak Fanny makin cantik jadinya, ahaha"
"Kamu makin tolol"

***

Aku kembali pada kehidupanku di Jakarta. Semua mata pedas mengikuti langkahku di koridor sekolah. Aku tahu aku harus tanggung konsekuensi dari apa yang kuperbuat. Namun kuberanikan diri untuk menyapa mereka, membantu mereka, atau meminta bantuan mereka. Aku meminta maaf kepada mereka semua yang pernah aku sakiti. Aku tidak peduli respon mereka. Yang aku tahu, aku ingin memulai hidup yang baru. Bukan dengan mempersalahkan masa lalu, mengasihani diri, dan takut pada bayang-bayang kelam dulu. Tapi dengan keberanian dan harapan untuk melangkah maju melakukan apa yang harus aku lakukan. 

Terkadang aku melihat mama dan papa yang masih khawatir kalau-kalau aku kembali frustasi. Namun aku tidak apa-apa, ma, pa. Sekalipun mungkin aku akan kembali jatuh, aku pasti berdiri lagi dan semakin kuat setiap harinya. 

"Lisa, ada kiriman dari Otto, sayang"
"Huh? Kiriman apa, ma?"
Dari bentuknya saja aku sudah tahu. Ini lukisan. Apa lagi yang diperbuat si bodoh ini?
"Hai Fanny! Inilah hasil kamu mengajariku melukis! Hahahaha... Sayang guru lukisku itu kurang berpengalaman, jadi hasilnya kurang memuaskan. Tapi aku yakin lukisanku ini sanggup membuatmu tersenyum kan? Semangat ya buat pameran lukisanmu hari ini! Dari mas ganteng, Otto"

Dasar bodoh. Wajah Yume yang kau lukis pun jadi ikut terlihat bodoh seperti ini. Ah, aku senang kamu terus menemaniku, Otto. Sekalipun kamu ada jauh di sana. Aku bangga kamu bisa mewujudkan mimpimu di sana. Dengan kepintaranmu itu, kamu bisa jadi orang sukses di kota. Tapi kamu malah memutuskan untuk membuat ladang-ladang baru dan membantu orang-orang desa.
"Sarjana pertanian itu ya kerjanya di ladang, bukan di balik meja kantor, menganggur, makan gaji buta. Lihat saja nanti, Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ndak bakalan lagi impor-impor beras!"
Susah punya teman orang sebodoh kamu. Liburan nanti aku pasti akan jitak kepalamu supaya pintar sedikit.

"Ayo, Lisaa!!Nanti kamu terlambat!"
"Ya, maa!"

Aku senderkan lukisan Otto di dekat tempat tidurku. Seusai pameran nanti pasti akan kupasang di dinding kamarku. Aku harus cepat-cepat berangkat sekarang. Hari ini akan jadi hari penting sekali untukku. Aku menoleh ke arah meja belajarku. Di sana ada Yume yang tersenyum padaku.

"Karena harapan, aku bisa sampai di detik ini. Hari ini semua lukisanku akan dipajang di Galeri Nusantara, tempat para seniman Indonesia memamerkan karyanya. Nanti akan hadir juga orang-orang penting dalam dunia seni rupa dari luar negeri. Aku tidak menyangka hari ini tiba juga untukku. Satu jalan sudah terbuka untuk mimpi-mimpi besar lainnya. Ceritaku tidak sampai di sini. Ceritaku baru saja akan dimulai. Dah, Yume.."

"Lisaaaa"
Aku memandang sekali lagi lukisan Otto. "Yume: Hope"

"Ya, maa. Aku turun sekaraaang"

Sunday, January 1, 2012

3 Cangkir Kopi di Minggu Sore

Hampir aku lupa kebiasaan rumahku di Tegal. Rumah yang sehari-harinya ramai orang (pegawai Toko Batik ataupun karyawan apotek) sangat sepi di hari Minggu. Halaman depan rumah yang biasanya padat dengan mobil pabrik dan motor-motor karyawan, sangat lega, kosong melompong. Dari siang hari sampai sore sekitar pukul 16.00, lampu di rumahku padam kecuali lampu di ruang makan. Semuanya bangun dari tidur siang, berkumpul di meja makan untuk tea time (momen ini spesial bagiku karena selain hari Minggu, kesunyian ini tidak akan ada di rumahku ^^). Aku sedikit kaget hari ini ketika keluar kamar, mama dan papa sudah siap dengan 2 cangkir kopi dan teh di meja makan. Aku tersenyum karena aku lupa kami punya momen ini. "Mau lagi dong mah kopinya"

Dalam sunyi yang teduh, kami menyeruput kopi dan teh kami masing-masing, menikmati beberapa macam buah di hadapan kami. Hari ini mendung, gerimis, menyempurnakan keteduhan ini. Aku senang setiap kali aku bisa bersantai dengan mereka yang kusayang. Menikmati sore sambil berbincang lirih. Rasanya benar-benar "Sabat" (rest), haha.. Pause dari setiap kesibukan yang ada, rest untuk mengisi tenaga bekerja kembali esok hari. (Setidaknya, rest ini bisa sampai membuatku menulis blog yang sangat malas kuurus, haha)

Aku sedikit bete melewati tahun baru dengan umutan di Tegal. Sepi, gak ngapa-ngapain, nonton tv pun malas. Pukul 23.00 kemarin saja, aku rasanya sudah tidak tahu harus apa selain tidur. Akhirnya aku pasrah dengan tarikan tangan mama ke kamar mama, menonton Limbad si manusia beton yang gak penting itu, menunggu jam 12 teng berbunyi. Tapi bete-bete gak jelas itu hilang waktu mama dengan semangat ikutan countdown RCTI "tigaa.. duaa.. SATUUU.. HAPPY NEW YEAARR" lalu segera memelukku dan menciumku. "Happy new.. yahh.. papa tidur?" gigiku mulai nongol lagi melihat mama yang semangat sekali menyambut tahun baru. Papa gak ketinggalan dapat kiss dari mama, lalu meneruskan mimpinya lagi. "Udah satu Januari deehh", kata mama girang. "oh? Satu Januari ya?", kata papa setengah sadar. Aku dan mama tertawa. "Gimana sihh papa"

Kemarin aku berharap bisa BBQ, berteriak bersama teman-teman, countdown kenceng-kenceng, dengan kembang api yang siap menyerbu. Tapi rasanya aku tidak mau menukarnya dengan acara tea time-ku sekarang. Biar membosankan, tapi tidak buruk juga. Mengisi keceriaan, kekuatan, dan kesegaran untuk tahun yang baru bersama dua orang yang paling kucintai.

Aku di sini, dengan 3 cangkir kopi di Minggu sore. Bagaimana denganmu? :D
Happy New Year!