Tuesday, August 20, 2013

Ullen Sentalu

Liburan yang lalu saya dan kakak saya pergi ke Jogja dan mengunjungi beberapa tempat. Salah satu tempat yang paling berkesan buat saya adalah museum Ullen Sentalu. Saya berjanji pada beberapa teman untuk menceritakan museum ini tapi maaf baru sekarang sempat cerita hehehe.

Ullen Sentalu adalah sebuah museum swasta yang terdapat di Kaliurang. Lokasinya sangat tenang, rindang karena banyak pepohonan dan hawanya sejuk. Karena ini museum swasta, tiket masuknya pun lebih mahal dari museum biasanya yaitu Rp 25.000/orang. Sebenarnya menurut saya harga tersebut tergolong murah mengingat museum ini bermutu dan terawat dengan sangat baik (tidak seperti museum pemerintah pada umumnya #uhuk). Tiket tersebut sudah termasuk dengan jasa pemandu yang sangat ramah, menguasai museum, dan passionate menjelaskan segala sesuatunya. Jarang loh ada pemandu yang bisa seperti itu. Penjelajahan saya di Ullen Sentalu pun bisa sangat dinikmati berkatnya.

Ullen Sentalu didirikan oleh keluarga Haryono yang mencintai seni budaya Jawa dan memiliki hasrat untuk melestarikannya. Arsitek dari museum ini adalah anggota keluarga Haryono. Museum ini juga memiliki tim sendiri yang mengumpulkan barang-barang seni dan melukis lukisan-lukisan raja dan ratu keraton. Oleh sebab itu di setiap lukisan yang ada di museum ini tidak ditemukan tanda tangan pelukis. Keluarga Haryono ini memang sangat ingin melestarikan budaya yang dimiliki Indonesia, bukan untuk komersil semata. Seperti yang dikatakan pemandu kami hari itu, "Kalau benda-benda budaya yang kasat mata saja tidak semuanya bisa kita lestarikan, bagaimana kita bisa melestarikan budaya yang tidak kasat mata? Seperti nilai, pola pikir dan kebaikan" Wah, setelah mendengar itu saya langsung yakin pasti ada yang berbeda di museum ini. Karena jarang sekali ada museum yang didirikan secara visioner dan lahir dari kecintaan akan budaya dan sejarah bangsa.





Kemudian kami mulai memasuki lorong sambil memerhatikan foto dan lukisan raja-raja keraton di kanan kiri kami. Raja-raja Jawa menempuh pendidikan dengan hebat-hebat. Ketika berfoto bersama orang-orang Barat dalam pertemuan-pertemuan yang mereka hadiri, mereka tidak terlihat seperti kaum terjajah. Ada kewibawaan dan kehormatan yang tidak bisa dengan mudah disepelekan. Selain itu banyak juga foto dan lukisan putri-putri dan ratu-ratu keraton. Yang menarik adalah mereka pun tidak kalah terhormatnya dengan suami atau ayah mereka. Biasanya ketika berpikir tentang budaya Jawa, keraton Jawa, akan terbesit kesan kaum yang tertinggal, kurang berpendidikan, kurang terhormat. Apalagi wanita Jawa yang sering disebut "kanca wingking" atau teman di belakang. Wanita dalam budaya Jawa adalah orang nomor dua, yang ada di belakang dan bertugas mendukung suami. Tapi kesan itu tidak ada sama sekali di museum ini. Justru sebaliknya. Mereka begitu terhormat, punya dignity, dan sangat berpendidikan.

Lukisan di sana juga banyak yang menarik. Saya baru tahu bagaimana membedakan mana yang ratu dan bukan (selir). Kalau di Barat simbol kekuasaan ratu adalah mahkota, maka simbol kekuasaan ratu keraton adalah kunci! Hehe. Menarik juga memerhatikan bahwa di tiap lukisan, wanita yang adalah ratu keraton akan memegang satu gamblok kunci yaitu seluruh kunci yang ada di rumah. Mulai dari kunci pintu utama, kunci kamar, kunci lemari dan sebagainya. Buat saya malah lebih make sense untuk menggambarkan otoritas lewat kunci daripada mahkota. Hehehe.

Setelah itu kami keluar dan menuju ke ruangan berikutnya. Saya suka dengan arsitektur museum ini. Museum tidak hanya terdiri dari satu bangunan saja, tapi didirikan di tengah hutan dengan banyak bangunan kecil terpisah. Adanya taman, kolam dan pepohonan juga membuat suasana yang sangat alam itu terasa sangat menyegarkan. 




Kami masuk ke sebuah ruangan penuh dengan surat-surat asli tulisan tangan. Waktu itu Putri Tinneke, salah satu Putri keraton, jatuh cinta pada saudaranya sendiri. Namun perasaannya ini sudah pasti dilarang oleh orangtuanya. Ia pun menjadi sangat sedih. Akhirnya teman-teman dan saudara-saudaranya mengirimkan banyak surat penghiburan untuknya. Ada yang menggunakan bahasa Inggris, ada yang menggunakan bahasa Indonesia. Yang menarik adalah bahasa surat-surat tersebut semuanya sangat puitis. Ada yang menggunakan metafora, ada yang memainkan rima. Surat-surat itu indah-indah. Beda sekali dengan kita sekarang yang sangat menyepelekan bahasa. Baik berbicara maupun menulis semuanya serba instan dan dangkal. Sayang sekali saya tidak sempat mencatat salah satu surat tersebut. Namun ada surat yang menarik perhatian saya yaitu surat dari Putri Gusti Nurul. Ia menulis "Wanita itu harus kuat. Wanita itu tiang negara. Kalau wanita tidak beres, negara tidak beres." Saya kaget dan merinding membacanya. Bayangkan, orang yang seringkali dianggap kanca wingking bisa berkata seperti itu! Benar-benar terlihat terhormat dan cerdas, tidak seperti yang ada di pikiran saya selama ini. Saya jadi penasaran dengan Putri Gusti Nurul ini.


Setelah mengunjungi ruangan dengan koleksi batik keraton Solo dan Jogja, kami memasukin ruangan yang didedikasikan untuk Putri Gusti Nurul! Bayangkan betapa semangatnya saya masuk ke ruangan tersebut hehehe. Di sana banyak terdapat foto Gusti Nurul. Dari mulai bayi sampai tua. Beliau juga sempat  datang ke Ullen Sentalu dan meresmikan ruangan tersebut. Parasnya sangat cantik dan penuh wibawa. Sangat terlihat karakter yang kuat di balik wanita cantik itu. Pemandu saya bercerita bahwa Presiden Sukarno pun sempat meminang Gusti Nurul, tapi ia menolak Sukarno karena baginya wanita tidak untuk dipoligami. Wooo. Hehehe.

Begitulah kira-kira hal-hal menarik yang saya temukan di museum ini. Selain karena terawat dengan sangat baik, museum ini berkesan bagi saya karena mampu mengubah pandangan saya terhadap orang-orang keraton jaman dulu. Ternyata ada kebanggaan yang bisa diceritakan tentang bangsa kita bahkan waktu masih terjajah. Semoga makin banyak orang yang terbeban melestarikan seni budaya dan sejarah Indonesia tercinta ini. Yihaa..

Our Corner

Rasanya sudah lama sekali tidak menulis esai berbobot mengenai dunia sosial, budaya, politik dan teman-temannya. Masih untung ada tugas-tugas kuliah yang memaksa saya untuk berpikir dan menulis. Sudah lama juga memandangi isi blog saya yang lebih mirip dengan isi blog ABG galau yang tidak penting, atau buku curhatan yang melegakan hanya sekian persen beban-beban saya. Tapi tak apalah. Karena hidup tidak melulu soal hal-hal akademis. Pelajaran tidak melulu hanya dari buku. Tapi bisa juga dari senja di stasiun Djuanda, dari anak kecil yang sederhana, dan juga dari orang di kanan kiri kita. Alasan dari keberadaan manusia pun, saya rasa bukan untuk mengerti segala sesuatu tentang dunia ini. Tapi mengenal Pribadi yang menciptakan dunia ini.

Manusia itu sangat dinamis. Kadang naik kadang turun. Kadang ke kanan kadang ke kiri. Sekalipun ada Sang Pencipta yang berdaulat atas segala sesuatunya di alam ini, saya bersyukur Ia juga berdaulat memberikan manusia untuk bergerak. Sehingga ketika saya menggerutu, petir tidak langsung menyambar saya dan membawa saya bertemu dengan Dia. 

Kadang-kadang saya sebal karena mataNya tidak pernah lepas dari saya. Kadang saya juga berani mengeluarkan gerutuan saya padaNya. Kenapa saya harus begini begitu? Kenapa semuanya harus jadi rumit? Dan untunglah, Dia tidak menyentil saya. Malah kadang saya melihat Dia tersenyum geli mendengar celotehan saya. Dia memang tidak mudah ditebak. Tidak mudah juga untuk diikuti. Tapi saya tidak jarang juga merengek-rengek di bawah kakiNya, meminta agar mataNya tidak berhenti mengawasi saya dan mencampuri hidup saya. Karena saya tahu saya tidak mampu berjalan sendirian tanpa Dia. Saya hanyalah domba bodoh yang tidak tahu jalan. Bahkan ketika saya terlibat perbincangan nikmat denganNya, saya benar-benar tidak ingin pergi dan menyudahi pembicaraan itu. Padahal di lain waktu di hidup saya, enggan sekali rasanya untuk datang bertemu denganNya dan berbincang-bincang denganNya.

Saya lelah dengan gelombang naik turun dalam hidup ini. Saya lelah ketika saya di bawah harus berjuang naik ke atas dan kembali rela untuk masuk ke lembah gelombang lagi. Tapi di dalam setiap kelelahan itu, ada nikmat yang tidak terkatakan dan tidak tergantikan. Saya menyadari bahwa Tuhan terlalu baik memberikan ruang bagi manusia bisa berelasi denganNya. Bersyukur bahwa Tuhan yang saya kenal bukanlah Tuhan yang jauh dan tidak tersentuh, namun justru Tuhan yang menyentuh setiap aspek hidup saya.

Saya teringat pesan dari kakak saya dalam sebuah buku renungan pertama yang ia berikan: "Yang terpenting dalam hidup adalah mengenal Dia dan mengenal diri. Percuma kamu peroleh segalanya di dunia ini kalau hal itu tidak ada di dalam hidupmu". Ketika kita nanti mati, tidak ada apapun yang bisa kita bawa ke akhirat. Segala prestasi, pencapaian, dan target yang kita selesaikan sia-sia. Sekalipun mengenal Dia dan berjalan bersama Dia itu adalah hal terumit dan ter-reseh dalam hidup, tapi itu adalah hal paling berharga dan satu-satunya hal yang tidak sia-sia. Mengetahui bahwa Dia MAU berelasi dengan saya saja, adalah hal yang indahnya tidak terkatakan. Ah, saya tidak tahu bagaimana harus mengakhiri tulisan ngalor ngidul ini. Just, Thank You.