Artikel berjudul di atas berkisah tentang penelusuran demi penelusuran yang dilakukan seorang jurnalis tentang kasus jugun ianfu Indonesia. Ternyata banyak sekali perempuan-perempuan Indonesia yang adalah eks jugun ianfu, budak seks para tentara jepang. Mereka mengaku mereka mengalami banyak sekali penyiksaan dan penderitaan menjadi budak seks paksa. Di artikel ini juga disebutkan kasus para wanita Indonesia ini diabaikan begitu saja dan tidak ada penepatan janji adanya kompensasi uang dari berbagai organisasi.
Pertama-tama saya akan masuk dalam konteks di mana masa jugun ianfu mulai “bekerja.” Di sana – terutama dalam kasus ini – kita dapat melihat dengan jelas adanya stratifikasi sosial berupa kaum yang berkuasa dan kaum dikuasai. Kaum yang berkuasa adalah penjajah (Jepang) yang menguasai rakyat terjajah (Indonesia). Saat penganiayaan ini berlangsung, pasti banyak rakyat Indonesia yang mengetahui hal ini. Namun penganiayaan terus berlangsung sampai sekitar tahun 1945. Ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia saat itu tidak mampu menghadapi penguasa-penguasa Jepang yang menjajah dan menguasai mereka. Pemberontakkan sangat mungkin terjadi, namun tetap saja rakyat Indonesia tidak berdaya.
Menurut pandangan Weber, ada 3 dimensi stratifikasi sosial: ekonomi, kehormatan, dan kekuasaan. Dimensi manakah yang relevan dengan kasus ini? Secara ekonomi, Indonesia saat itu memiliki banyak sekali kekayaan sehingga Jepang menjajah Indonesia. Dalam hal ini dimensi ekonomi tidak berlaku. Demikian juga dengan dimensi kehormatan, Jepang di mata bangsa Indonesia saat itu tentulah bukan orang-orang yang terhormat melainkan orang-orang biadab. Dimensi kekuasaan-lah yang dimiliki Jepang dengan sangat jelas. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, Jepang mampu menekan, menjajah, dan menguasai Indonesia.
No comments:
Post a Comment