Natal
identik dengan sukacita. Karena Natal adalah hari di mana kabar baik datang,
hari di mana Sang Juruselamat yang dinanti-nantikan lahir. Berbagai hiburan,
hiasan, dan sorak-sorai mengisi masa-masa Natal dengan nuansa yang ceria dan
sukacita.
Tapi
manusia memang susah melihat anugerah. Yang dilihat adalah diri dan diri
sendiri. Begitu banyak orang yang bersukacita dan bersemangat menyuarakan
indahnya Natal. Tapi ternyata tidak sedikit juga orang-orang yang menganggap
Natal itu biasa saja dan hambar. Mungkin karena penatnya pekerjaan yang
mengganggu, masalah-masalah yang membuyarkan fokus dan tidak memberi ruang
untuk tenang dan merenungkan Natal. Bahkan beragam pelayanan yang padat juga
sanggup membuat orang tidak mampu menikmati Natal.
Sedih
rasanya melewatkan Natal yang indah dengan hambar. Saat lagu-lagu Natal
dikumandangkan, sekejap ada rasa senang dan api kecil dalam dada. Namun sekejap
pula keduanya hilang.
Suatu
pagi, ayat-ayat dalam Alkitab menyegarkan jiwa. Tuhan Yesus lahir di dunia yang
tidak mau menerimaNya. Namun Ia memberikan kekuatan kepada mereka yang mau
menerimaNya untuk menjadi anak-anakNya. “Memberi kekuatan pada mereka untuk
menjadi anak-anakNya, yang bukan oleh daging namun dari Allah”
Sebenarnya
tidak ada alasan bagi kita semua – atau minimal saya – untuk tidak bersukacita.
Natal adalah sebuah pengharapan. Lahirnya Raja Damai seharusnya cukup untuk
membuat kita bersukacita. Saya kembali dikuatkan, namun tidak cukup berani
untuk menguatkan saudara-saudara semua yang mungkin juga merasakan hambarnya
Natal. Tuhan tahu kelemahan kita. Tuhan saja yang bisa berikan kita kekuatan,
harapan, penghiburan. Namun apakah kita melihat kepada Dia yang menunggu kita
memohon sukacita sejati daripadaNya? Dalam semua keterbatasan saya, saya
ucapkan Selamat Natal.
note: aargghh... rasanya pengen hapus aja nih tulisan :'(
note: aargghh... rasanya pengen hapus aja nih tulisan :'(
No comments:
Post a Comment