Terakhir kali saya menulis adalah tanggal 25 July 2012. Tak
terasa sudah begitu lama saya tidak menulis. Baru sekarang, 16 Januari 2013,
saya kembali menulis. Haha. Alasannya sama dengan alasan mengapa saya membuat
blog ini untuk pertama kalinya. Karena ada seseorang yang mengingatkan saya
bahwa menulis itu bukan pekerjaan yang sia-sia. Dan kita tidak akan pernah tahu
apa yang dirasakan pembaca tulisan kita. Mungkin kita merasa tulisan kita biasa
saja atau malah tidak penting. Tapi kalau seseorang di luar sana bisa mendapat
hal baik dari tulisan kita, siapa tahu? Hehe.
Saat ini saya baru saja melewati 1 semester sebagai mahasiswa
Sosiologi UI, sesuai dengan angan-angan saya. Melihat ke belakang mengenai
betapa kerasnya saya menginginkan hal ini, rasanya wajar jika saya bertanya
pada diri saya sendiri “gimana kuliahnya?” layaknya obrolan orang-orang pada
umumnya terhadap mahasiswa baru. Saya sempat terkejut dan menjadi lesu mendengar
jawaban dari “saya”. Saya pun menjadi sangat galau karena si “saya” malah mengeluarkan
pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak lagi ada “bener gak sih gw di sini?
Gw ngapain sih di sini?” TIDAAK. Hehe.
Tapi tenang... Saya tidak menyesal dan tidak akan mundur.
(Eaa). Memang benar saat orang lain bersemangat dalam kuliah perdananya, saya
malah lesu. Mengapa? Ternyata saya datang dengan ekspektasi yang terlalu banyak
dan mungkin kurang realistis. Di otak saya, UI itu begini begitu begini begitu.
Ternyata jauh sekali dari dugaan saya. Mulai dari dosen, cara mengajar, teman,
bahkan BEM nya pun tidak sesuai dengan dugaan saya. Saya pun menjadi kecewa dan
hilang semangat.
SEBEL
Hal yang paling membuat saya kesal sebenarnya adalah masalah
waktu. Untuk pertama kalinya saya melibatkan diri dalam kepanitiaan yang
menurut saya sangat hebat visi dan misi nya. Menurut saya bahkan, kalau acara
itu sukses, acara tersebut bisa tercatat dalam sejarah (lebay, tapi serius).
Tapi seperti kebanyakan orang pemerintahan yang suka didemo, janji hanyalah
janji, ide hanyalah ide. Bukan sepenuhnya salah panitia tentunya, tapi saya
sangat menyayangkannya. Anyway, saya
sangat semangat karena bisa diterima dalam kepanitiaan tersebut. Padahal saya
pikir saya tidak mungkin bisa karena saya sama sekali tidak ada pengalaman.
Saya pun berjanji akan bekerja sebaik mungkin, seperti biasanya saya bekerja.
Rapat perdana kami dimulai pukul 7 malam di tempat X. Pukul 7
kurang saya sudah berada di sana bersama dengan teman saya. Tapi tidak ada
orang. Karena kami maba yang masih bodoh tapi unyu (haha), kami pikir kami salah
tempat. Alhasil, kami coba mencari ketua kami. Setelah bertemu, saya bertanya
padanya “Kak, X itu dimana sih? Di sana bukan? Kok gw ke sana ga ada orang yaa
haha”. Lalu katanya, “Oh, iya bener kok di sana. Hehe.” Saya kembali bertanya
“Hmm.. jam 7 kan ya kak rapatnya? Ato gw salah? Hahaha” daaannn dia menjawab,
“Yahhh elaahh... Lu kayak ga tau FISIP aje. Kalo gw bilang jam 7, artinya lu
dateng jam 8 aja hahaha”
... dan masih banyak hal lain yang menurut gw sangat
disayangkan. Apalagi kalau katanya mahasiswa itu harus total dalam perjuangan.
Pewaris peradaban! Gimana bisa menguasai peradaban kalo dari hal kecil soal
waktu aja ga bisa dipercaya. Berantas korupsi! Dimana logikanya berantas
korupsi dengan cara mengkorupsi waktu?
Hal lain yang membuat saya lesu adalah berbagai mata kuliah
yang memuakkan. Gw mau sosiologiii wooii bukan politikk dan sebagainya. Tapi ya
sudahlah ya... Saya anggap ini sebagai proses persiapan dan saya harus sabar.
SENANG BETUL HEHE
TAPI. Setelah dipikir-pikir, saya sangat tidak menyesal ada
di sini sekarang. Toh tidak ada universitas yang sempurna, hehe. Saya bertemu
dengan banyak sekali orang yang menarik, menyenangkan, aneh-aneh, dan segala
macam orang yang bisa memberikan pelajaran baru pada saya. Saya ini Cina dan
Kristen. Dari lahir-SMA lingkungannya itu melulu. Masuk dalam lingkungan
mayoritas Non-Cina dan Muslim. Rasanya... Menyenangkan sekali hahaha.
ke-72 anak sosio 2012 :) |
Lembang |
Usai Gelas Maba |
Orangtua saya jelas tidak memperbolehkan saya masuk UI karena
takut saya didiskriminasi dan tidak bisa bergaul. Orang-orang sekitar saya
meledek saya dengan guyonan yang kadang tidak lucu. Antara ketakutan dan
kesombongan etnis itu beda tipis hehe. Semoga yang cina-cina tahu maksud saya,
ya... Hehe.. Tapi nyatanya saya baik-baik saja, teman-teman saya juga baik-baik semua :)
Ketika di bangku semen (tempat anak sosio berkumpul) itu kami
saling bertukar cerita, saya baru sadar beda sekali saya dan mereka.
Teman-teman saya menceritakan bagaimana orangtua mereka sampai menangis terharu
karena anaknya masuk UI. Ada teman saya yang menangis karena sebenarnya ia
tidak ingin masuk UI, tapi karena ia diterima di UI dan ia merasa ada beban
untuk membahagiakan orangtuanya dengan cara tersebut maka ia masuk UI. Sedangkan
saya? Hehehe. Baca saja di tulisan saya sebelum-sebelumnya yaaa haha. Singkat
kata, masuk sosiologi UI itu agak aib bagi orang-orang sekitar saya. Duitnya
itu loohh dimanaa haha. Selain itu, kasarnya, UI bukan tempat orang Cina.
Kalopun iya, ada juga di FE atau kedokteran. Aneh sekali.
Buat saya, persamaan cerita saya dan mereka satu. Kami yang
sebenarnya bebas ini, dipenjarakan oleh penjara tak terlihat yang bernama
masyarakat. Kenapa ada orang yang berjuang setengah mati masuk UI (bahkan
sampai tidak peduli jurusan apa yang penting masuk UI) dan ada orang yang tidak
mau masuk UI hanya karena jumlah etnisnya minoritas? Agak tidak logis alasannya.
Memangnya UI sebagus itu? Atau, memangnya kita hanya bisa bergaul dengan sesama
etnis saja? Benar kata Prof. Paulus Wirutomo, pikiran kita ini diganggu oleh
kekuatan-kekuatan dari luar yaitu dari masyarakat dan budaya.
Anyway, saya sangat
senang bisa bergaul dalam lingkungan baru yang membuka wawasan saya. Salah satu
alasan saya masuk UI juga karena ingin lepas dari lingkungan sosial yang
terlalu steril, masuk dalam lingkungan yang berbeda. Di sana saya menemukan
banyak stereotip, prejudice dan teman-temannya
yang tidak benar. Hal ini penting loh supaya kita menjadi manusia yang tidak
sempit hehe.
Hal lain yang menarik buat saya adalah saya menemukan banyak
orang yang sangat menikmati hidupnya dengan berjuang total dalam passion-nya masing-masing. Selama ini
saya lebih sering bertemu dengan anak muda yang sekolah karena disuruh orang
tua (maka amburadul sekolahnya), atau sekolah karena mau cari eksistensi diri
(maka nilainya bagus-bagus), atau juga sekolah karena untuk bisa kerja dan
dapet duit (paling banyak). Jarang saya menemukan pemuda yang berani bermimpi.
Boro-boro. Punya mimpi saja tidak! Hehe. Ada beberapa analisa ngaco di otak
saya yang menurut saya menarik untuk diteliti, tapi nanti saja hehehe.
KESIMPULAN (??)
Hmm... Kalau saya jadi Anda, saya akan sedikit malas membaca
galau-galaunya si “saya” ini panjang lebar, hahaha. Jadi saya akan sedikit
menyimpulkan saja di sini. Bahwa hidup itu kaya. Hidup itu terlalu dalam dan
luas untuk dipelajari. Coba perhatikan hal-hal di sekelilingmu, sekecil apapun.
Pikirkan dan refleksikan. Pada akhirnya itu akan membuat Anda menjadi orang
yang lebih luas, tidak melulu melihat permasalahan diri sendiri. Sebelum
menggerutu akan ini itu (seperti saya, hahaha), perhatikan orang di sekeliling
Anda dan hal-hal lainnya. Renungkan dan syukuri kemegahan Si Empunya hidup
kita. Jadikan hidupmu itu hidup! Hehe. SO,
live your life. Because “every man dies, not every man really lives” (William
Wallace). Are you alive? :)
No comments:
Post a Comment