Friday, September 16, 2011

Raja, Aku Menunggu..

Pada jaman dahulu kala di suatu kerajaan yang kaya akan hasil pertaniannya, hiduplah seorang Raja yang angkuh dan kejam, yang memimpin kerajaan ini. Banyak rakyat kecil yang menderita dan membenci sang Raja karena kebengisannya. Rakyat kecil hanya diperbudak dan diberi upah sedikit.

Di sebuah dusun terpencil tak jauh dari hutan, hiduplah Pak Brewok dan istrinya serta anak perempuannya yang masih kecil dan polos, Sinta. Pak Brewok hanya berprofesi sebagai petani yang bahkan lahannya pun pemberiaan warga lain. Keluarganya sangat miskin dan sengsara.

“Ibu, mengapa kita selalu kelaparan seperti ini? Aku tidak dapat kenyang hanya dengan 2 sendok nasi tiap harinya,” Tanya Sinta suatu hari pada Ibunya.

“Uang Ibu dan Ayah tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan kita sepenuhnya. Apalagi dengan pemimpin kerajaan yang hanya bisa berfoya-foya dan menikmati tangisan rakyatnya!,” kata Ibu geram .

“Memangnya dimana Raja tinggal?,” Tanya Sinta.
“Istana Raja ada di Barat sana,” jawab Ibunya.
“Aku akan menemui Raja dan meminta pertolongannya,” kata Sinta polos
“Hahaha... Kamu tidak mungkin bertemu dengan Raja, istananya sangat jauh dari sini. Sudahlah tidak usah bermimpi!” kata ayahnya.

Sinta hanya termenung diam dan menatap halaman depan rumahnya. Ternyata Sinta tidak hanya bergurau dan mengkhayal. Dia benar-benar ingin pergi menemui sang Raja. Dia menyiapkan pakaian-pakaiannya, mengambil 3 buah roti dan memasukkan beberapa catatan dan alat tulis. Sinta siap untuk mengembara. Ia meninggalkan surat pada orang tuanya agar mereka tidak khawatir dan mencari Sinta. 

Saat Sinta sampai ditengah kota, Sinta melihat banyak anak jalanan yang terlantar di pinggir jalan. Ada satu anak jalanan yang meminta roti Sinta, karena merasa orang itu lebih membutuhkan Sinta memberikan rotinya. Ternyata ada dua lagi anak jalanan yang meminta roti Sinta, karena kasihan, Sinta memberikan roti-roti terakhir kepunyaaannya.

”Kasihan anak-anak ini, mereka sangat kelaparan. Raja harus segera tahu tentang hal ini. Aku harus bergegas!” Kata Sinta dalam hati sembari mempercepat langkahnya.

            Akhirnya sampailah Sinta di depan gerbang besar yang dijaga oleh 2 orang penjaga yang gagah perkasa. 

”Permisi, apakah saya dapat bertemu dengan Raja?” tanya Sinta kepada prajurit penjaga tersebut.
”Huh.. Ada-ada saja kamu. Mana mungkin anak kecil tidak berkepentingan seperti kamu bisa masuk dan menemui Raja!” Kata pengawal
“Bisa saja kalau tuan mengijinkan” Jawab Sinta santai
”Adik manis, Raja sangat sibuk dan tidak punya waktu untuk bertemu dengan kamu”
”Sibuk apa? Kata Ibu, Raja hanya bisa berfoya-foya saja. Aku datang untuk menegur Raja. Tadi aku bertemu dengan banyak orang yang lebih menderita daripada aku. Mengapa Raja tidak berhenti berfoya-foya dan menolong kami?” jawab Sinta.

Sang prajurit terkejut dengan pernyataan Sinta. Apalagi setelah tahu kalau Sinta ternyata hanya berkelana sendirian. Dia rela berjalan jauh hanya karena merasa ada yang tidak beres dengan negara ini. Sang prajurit tersentuh dan terdorong ingin menolong Sinta.

”Sinta, kami tidak dapat membawamu menemui Raja. Mungkin kamu dapat menulis surat untuk Raja dan tunggu disini sampai Raja keluar. Kami akan mengantarkan suratmu,” kata kedua prajurit tersebut.
”Baik!” kata Sinta bergembira

            Untuk Rajaku,
Raja, aku Sinta. Aku menulis surat ini karena aku tidak diperbolehkan masuk. Aku berasal dari desa yang jauh dari sini dan sengaja datang kesini untuk menemui Yang Mulia. Maaf mengganggu pekerjaan Raja, tapi aku ingin menyampaikan berita penting! Cepat keluar, ya.. Aku tunggu di bawah pohon di depan istana.

Sinta

            Prajurit memandang anak gadis yang sedang bergembira itu dengan sedih. Mereka tahu bahwa surat itu tidak akan dibaca Raja. Namun, mereka tetap menyampaikan surat itu pada pelayan kerajaan. Memang benar, Raja tidak mau membaca surat itu dan bahkan memerintahkan pelayannya untuk membakar surat Sinta. Pelayan Kerajaan yang tahu cerita Sinta merasa iba pada Sinta dan tetap menyimpan suratnya. Sementara itu, Sinta masih menunggu di bawah pohon, berharap pemimpin yang ditunggu-tunggu datang. Sinta pun kembali menulis surat.

Untuk Raja,
Raja sibuk? Aku tahu Raja tidak dapat keluar menemuiku saat ini. Aku akan tetap menunggu Raja. Tapi aku akan menceritakan sebagian cerita yang akan aku sampaikan pada Raja. Apakah Raja tahu? Keluargaku di desa sangat menderita. Ayah harus bekerja keras untuk menghasilkan uang yang terbilang sedikit, namun harus membayar pajak yang besar untuk Raja. Kami semua kelaparan. Ibu bilang Raja jahat, hanya bisa berfoya-foya saja menikmai uang rakyat. Aku tidak tahu maksud ibu, tapi aku yakin Raja tidak jahat. Dan aku yakin Raja akan keluar menemuiku!
Aku tunggu,
Sinta

            Sinta tetap menunggu dan menunggu walaupun tidak ada sedikitpun kabar tentang balasan surat dari Raja. Prajurit-prajurit sudah berusaha membujuknya untuk pulang saja, tapi Sinta tetap ingin menunggu Raja. Sinta masih saja mengirim surat pada Raja.

            Raja, kapan Raja akan keluar dan menemuiku? Ah, mungkin Raja terlalu sibuk sampai-sampai membalas suratku saja tidak bisa. Maafkan aku yang mengganggu Raja. Aku ingin menyampaikan langsung pada Raja, tapi aku akan menyampaikannya di suratku ini. Raja, banyak rakyatmu yang terlantar dan kelaparan. Mereka tampak sedih, di perjalanan aku juga membagi makananku pada mereka walaupun aku tahu aku harus menyimpannya baik-baik. Apakah Raja tidak bisa membagikannya pada mereka juga? Mereka pasti senang sekali!

            Sudah 4 hari 4 malam Sinta menunggu Raja. Namun Raja tak kunjung datang. Makanan Sinta sudah habis, dengan badannya yang lemas setelah menempuh perjalanan berat dia tidak makan apa-apa lagi. Sinta akhirnya mati kelaparan. Pada sore hari, Raja yang hendak pergi ke negeri tetangga mendapati Sinta yang tergeletak tak berdaya di bawah pohon. Prajurit-prajuritnya menceritakan kejadian sebenarnya. Raja membaca surat terakhir dari Sinta yang belum sempat Sinta berikan pada prajurit. Raja akhirnya membaca surat-surat Sinta yang lain dan merasa sangat bersalah. Raja menangis dan menyesali perbuatannya. Sejak saat itu, Raja berubah. Raja menjadi bijaksana, adil, dan disegani rakyatnya. Kerajaannya menjadi damai, aman, tentram, dan rakyat mencintai Raja dengan sikap barunya ini. Memang benar, negara yang makmur, dimulai dari pemimpin yang bijak.

            Untuk Raja,
            Raja jahat.. Raja kejam.. Aku sudah lelah.. Aku kelaparan.. Kenapa Raja tidak datang? Mungkin ini surat terakhirku, aku sudah tidak kuat lagi.. Raja jangan egois, ya. Raja jangan nakal.. Rakyatmu sudah lelah berteriak dan menangis. Tepati janjimu. Buat rakyatmu tahu kalau Raja memang satu-satunya ’Raja’. Negara ini bukan hanya milik Raja. Rakyatmu menunggu, aku menunggu.
Sinta


30/06/2009
(cerpen lama yang baru saya baca lagi :D)
tidak dirubah

No comments: