Thursday, October 24, 2013

KRL: Miniatur Kita

Jakarta. Sesak, penat, dan tak bersahabat. Mirip seperti kereta Commuter Line yang menjadi transportasi rutin saya menuju kampus. Penuh sesak dengan orang-orang yang mengejar mimpinya di tempat kerja masing-masing. Mereka harus tahan dalam kepadatan orang berpuluh-puluh menit untuk sampai ke tujuan. Sulit bernapas, sulit bergerak, berkeringat, setiap harinya! “Wah nggak tahan, mbak.. Tapi mau gimana lagi ya.. Namanya kerja, cari duit, tuntutan lah,” kata seorang ibu pada saya.

Saya beruntung karena tidak perlu seperti itu setiap hari. Saya lebih sering pergi ke Depok di pagi hari dan kembali ke Jakarta Kota di sore hari, sehingga kereta yang saya tumpangi tidak terlalu penuh sesak dengan penumpang lainnya. Suatu sore di gerbong kereta yang sepi, saya menikmati perjalanan saya yang ditemani sinar matahari yang akan segera tenggelam. Lumayan untuk mengistirahatkan penatnya pikiran seharian itu. Saya turun di stasiun Djuanda. Sesekali mengintip senja sambil berjalan keluar dari stasiun. Namun, suasana hati yang tenang itu sekejap hilang ketika melihat kerumunan orang berlari-larian menuju kereta seolah esok tidak ada lagi. Beberapa orang seperti tidak melihat saya dan menabrak saya begitu saja. “Kasihan sekali,” pikir saya. “Kalau saya saja tidak bisa mereka lihat. Bagaimana mereka bisa menikmati senja di Djuanda?”

Saya rasa fenomena itu bukan hanya menunjukkan suasana hati saya yang melankolis. Tapi juga ritme cepat masyarakat kota yang membuat masyarakat penat, lelah, dan tidak mampu lagi – atau tidak sempat – menikmati hal-hal kecil di sekitar mereka. Seperti yang digambarkan Michael Ende dalam novelnya yang berjudul Momo, masyarakat modern seolah-olah memiliki waktu yang semakin hari semakin sedikit namun menuntut mereka untuk kerja lebih dan lebih lagi. Tidak seperti masyarakat desa yang bisa memakai dan menikmati waktunya dengan leluasa, masyarakat kota butuh mengejar-mengejar waktu karena “time is money!”.

Beberapa langkah dari stasiun Djuanda, saya melihat baliho iklan Condominium mewah terpampang. Sepanjang jalan saya menuju ke rumah, iklan demi iklan menawarkan begitu banyak kesenangan dan kenyamanan hidup. Inilah “agen-agen” yang memasarkan tuntutan-tuntutan tak terlihat yang memaksa masyarakat kota untuk mengejar itu semua. Iklan-iklan itu menjadi mimpi tiap-tiap orang untuk diraih. Menjadi pengingat mereka akan alasan mereka rela berdesak-desakkan di dalam KRL dan melewati nikmatnya senja yang meregangkan penat. KRL seolah menjadi miniatur kota Jakarta yang padat, penat, namun menyimpan sejuta mimpi orang-orang di dalamnya.

Di dalam KRL kita juga bisa melihat wajah masyarakat kota Jakarta yang lainnya: tidak bersahabat. Sosiolog bernama Tonnies berkata, “Kota adalah tempat yang penuh dengan orang-orang yang tidak saling kenal”. George Simmel menambahkan. Tidak hanya tidak saling kenal, tapi juga tidak mau saling kenal. Ia berkata bahwa kota menyuguhi kita dengan gambar-gambar, impresi, sensasi, dan aktivitas dengan cepat. Kita tidak mampu meresponnya dengan sempurna. Karena itu supaya kita mampu bertahan, kita menarik diri dan menjadi impersonal. Itulah masyarakat kota. Ternyata wajah itulah yang juga saya temukan di dalam kereta. Jarang sekali saya menemukan ada orang yang saling berbicara satu sama lain. Bertegur sapa atau bahkan sekedar tersenyum pun tidak. Semuanya menunjukkan wajah yang tidak bersahabat atau wajah yang tidak mau diganggu karena ia sudah sibuk berbicara dengan teman setianya: gadget.

Julie Kagawa berkata, “Seiring bertumbuhnya kota dan teknologi menguasai dunia, kepercayaan dan imajinasi menghilang, begitu juga kita”. Masyarakat kota teralienasi dari orang-orang sekitarnya. Orang-orang di dalam kereta begitu sibuk berkomunikasi dengan gadget-nya masing-masing dan bukan dengan orang di dekatnya. Orang-orang berdekatan sekali secara fisik, namun sangat impersonal satu dengan yang lainnya.



Ironisnya, imaji-imaji ini tidak hanya terjadi di KRL tapi juga dimana-mana. Di jalan, di halte bus, di dalam busway dan di berbagai sudut-sudut kota Jakarta. Mungkin memang seperti itulah masyarakat kota. Mungkin memang itulah kita. Tapi kita adalah kita. Kita bisa menentukan siapa kita. Kota adalah sebagaimana warganya. Ketika banyak orang melewatkan senja, membenamkan senyum, membisukan sapaan, dan menambah penat kota Jakarta – kita bisa berbuat sebaliknya.


Bahu

Hujan yang usil datang lagi
Mencari-cari pasangan kasmaran
yang sudah lama tak lepaskan rindu

Mereka pun memilih kita
bukan untuk ditolong
tapi untuk diejek

Sejengkal saja bahumu dariku
Wajah ini ingin sekali kubenamkan di sana
Meleburkan rindu dengan hangatmu
Tapi tak bisa

Ekor mataku malah menangkap butir hujan
yang centil menggoda kamu
Berlari-larian mengintip kamu dari jendela
Menepuk bahumu lembut dengan rintik kecilnya
Lalu hilang oleh resap hangat bahumu

Ah.. Menyebalkan..
Aku juga ingin hilang
Dalam bahumu
Dalam pelukmu
Dalam hangatmu
Dalam waktu bersama kamu


Kereta, 22 Oktober 2013, 17:04
Setelah kamu pergi

Tuesday, August 20, 2013

Ullen Sentalu

Liburan yang lalu saya dan kakak saya pergi ke Jogja dan mengunjungi beberapa tempat. Salah satu tempat yang paling berkesan buat saya adalah museum Ullen Sentalu. Saya berjanji pada beberapa teman untuk menceritakan museum ini tapi maaf baru sekarang sempat cerita hehehe.

Ullen Sentalu adalah sebuah museum swasta yang terdapat di Kaliurang. Lokasinya sangat tenang, rindang karena banyak pepohonan dan hawanya sejuk. Karena ini museum swasta, tiket masuknya pun lebih mahal dari museum biasanya yaitu Rp 25.000/orang. Sebenarnya menurut saya harga tersebut tergolong murah mengingat museum ini bermutu dan terawat dengan sangat baik (tidak seperti museum pemerintah pada umumnya #uhuk). Tiket tersebut sudah termasuk dengan jasa pemandu yang sangat ramah, menguasai museum, dan passionate menjelaskan segala sesuatunya. Jarang loh ada pemandu yang bisa seperti itu. Penjelajahan saya di Ullen Sentalu pun bisa sangat dinikmati berkatnya.

Ullen Sentalu didirikan oleh keluarga Haryono yang mencintai seni budaya Jawa dan memiliki hasrat untuk melestarikannya. Arsitek dari museum ini adalah anggota keluarga Haryono. Museum ini juga memiliki tim sendiri yang mengumpulkan barang-barang seni dan melukis lukisan-lukisan raja dan ratu keraton. Oleh sebab itu di setiap lukisan yang ada di museum ini tidak ditemukan tanda tangan pelukis. Keluarga Haryono ini memang sangat ingin melestarikan budaya yang dimiliki Indonesia, bukan untuk komersil semata. Seperti yang dikatakan pemandu kami hari itu, "Kalau benda-benda budaya yang kasat mata saja tidak semuanya bisa kita lestarikan, bagaimana kita bisa melestarikan budaya yang tidak kasat mata? Seperti nilai, pola pikir dan kebaikan" Wah, setelah mendengar itu saya langsung yakin pasti ada yang berbeda di museum ini. Karena jarang sekali ada museum yang didirikan secara visioner dan lahir dari kecintaan akan budaya dan sejarah bangsa.





Kemudian kami mulai memasuki lorong sambil memerhatikan foto dan lukisan raja-raja keraton di kanan kiri kami. Raja-raja Jawa menempuh pendidikan dengan hebat-hebat. Ketika berfoto bersama orang-orang Barat dalam pertemuan-pertemuan yang mereka hadiri, mereka tidak terlihat seperti kaum terjajah. Ada kewibawaan dan kehormatan yang tidak bisa dengan mudah disepelekan. Selain itu banyak juga foto dan lukisan putri-putri dan ratu-ratu keraton. Yang menarik adalah mereka pun tidak kalah terhormatnya dengan suami atau ayah mereka. Biasanya ketika berpikir tentang budaya Jawa, keraton Jawa, akan terbesit kesan kaum yang tertinggal, kurang berpendidikan, kurang terhormat. Apalagi wanita Jawa yang sering disebut "kanca wingking" atau teman di belakang. Wanita dalam budaya Jawa adalah orang nomor dua, yang ada di belakang dan bertugas mendukung suami. Tapi kesan itu tidak ada sama sekali di museum ini. Justru sebaliknya. Mereka begitu terhormat, punya dignity, dan sangat berpendidikan.

Lukisan di sana juga banyak yang menarik. Saya baru tahu bagaimana membedakan mana yang ratu dan bukan (selir). Kalau di Barat simbol kekuasaan ratu adalah mahkota, maka simbol kekuasaan ratu keraton adalah kunci! Hehe. Menarik juga memerhatikan bahwa di tiap lukisan, wanita yang adalah ratu keraton akan memegang satu gamblok kunci yaitu seluruh kunci yang ada di rumah. Mulai dari kunci pintu utama, kunci kamar, kunci lemari dan sebagainya. Buat saya malah lebih make sense untuk menggambarkan otoritas lewat kunci daripada mahkota. Hehehe.

Setelah itu kami keluar dan menuju ke ruangan berikutnya. Saya suka dengan arsitektur museum ini. Museum tidak hanya terdiri dari satu bangunan saja, tapi didirikan di tengah hutan dengan banyak bangunan kecil terpisah. Adanya taman, kolam dan pepohonan juga membuat suasana yang sangat alam itu terasa sangat menyegarkan. 




Kami masuk ke sebuah ruangan penuh dengan surat-surat asli tulisan tangan. Waktu itu Putri Tinneke, salah satu Putri keraton, jatuh cinta pada saudaranya sendiri. Namun perasaannya ini sudah pasti dilarang oleh orangtuanya. Ia pun menjadi sangat sedih. Akhirnya teman-teman dan saudara-saudaranya mengirimkan banyak surat penghiburan untuknya. Ada yang menggunakan bahasa Inggris, ada yang menggunakan bahasa Indonesia. Yang menarik adalah bahasa surat-surat tersebut semuanya sangat puitis. Ada yang menggunakan metafora, ada yang memainkan rima. Surat-surat itu indah-indah. Beda sekali dengan kita sekarang yang sangat menyepelekan bahasa. Baik berbicara maupun menulis semuanya serba instan dan dangkal. Sayang sekali saya tidak sempat mencatat salah satu surat tersebut. Namun ada surat yang menarik perhatian saya yaitu surat dari Putri Gusti Nurul. Ia menulis "Wanita itu harus kuat. Wanita itu tiang negara. Kalau wanita tidak beres, negara tidak beres." Saya kaget dan merinding membacanya. Bayangkan, orang yang seringkali dianggap kanca wingking bisa berkata seperti itu! Benar-benar terlihat terhormat dan cerdas, tidak seperti yang ada di pikiran saya selama ini. Saya jadi penasaran dengan Putri Gusti Nurul ini.


Setelah mengunjungi ruangan dengan koleksi batik keraton Solo dan Jogja, kami memasukin ruangan yang didedikasikan untuk Putri Gusti Nurul! Bayangkan betapa semangatnya saya masuk ke ruangan tersebut hehehe. Di sana banyak terdapat foto Gusti Nurul. Dari mulai bayi sampai tua. Beliau juga sempat  datang ke Ullen Sentalu dan meresmikan ruangan tersebut. Parasnya sangat cantik dan penuh wibawa. Sangat terlihat karakter yang kuat di balik wanita cantik itu. Pemandu saya bercerita bahwa Presiden Sukarno pun sempat meminang Gusti Nurul, tapi ia menolak Sukarno karena baginya wanita tidak untuk dipoligami. Wooo. Hehehe.

Begitulah kira-kira hal-hal menarik yang saya temukan di museum ini. Selain karena terawat dengan sangat baik, museum ini berkesan bagi saya karena mampu mengubah pandangan saya terhadap orang-orang keraton jaman dulu. Ternyata ada kebanggaan yang bisa diceritakan tentang bangsa kita bahkan waktu masih terjajah. Semoga makin banyak orang yang terbeban melestarikan seni budaya dan sejarah Indonesia tercinta ini. Yihaa..

Our Corner

Rasanya sudah lama sekali tidak menulis esai berbobot mengenai dunia sosial, budaya, politik dan teman-temannya. Masih untung ada tugas-tugas kuliah yang memaksa saya untuk berpikir dan menulis. Sudah lama juga memandangi isi blog saya yang lebih mirip dengan isi blog ABG galau yang tidak penting, atau buku curhatan yang melegakan hanya sekian persen beban-beban saya. Tapi tak apalah. Karena hidup tidak melulu soal hal-hal akademis. Pelajaran tidak melulu hanya dari buku. Tapi bisa juga dari senja di stasiun Djuanda, dari anak kecil yang sederhana, dan juga dari orang di kanan kiri kita. Alasan dari keberadaan manusia pun, saya rasa bukan untuk mengerti segala sesuatu tentang dunia ini. Tapi mengenal Pribadi yang menciptakan dunia ini.

Manusia itu sangat dinamis. Kadang naik kadang turun. Kadang ke kanan kadang ke kiri. Sekalipun ada Sang Pencipta yang berdaulat atas segala sesuatunya di alam ini, saya bersyukur Ia juga berdaulat memberikan manusia untuk bergerak. Sehingga ketika saya menggerutu, petir tidak langsung menyambar saya dan membawa saya bertemu dengan Dia. 

Kadang-kadang saya sebal karena mataNya tidak pernah lepas dari saya. Kadang saya juga berani mengeluarkan gerutuan saya padaNya. Kenapa saya harus begini begitu? Kenapa semuanya harus jadi rumit? Dan untunglah, Dia tidak menyentil saya. Malah kadang saya melihat Dia tersenyum geli mendengar celotehan saya. Dia memang tidak mudah ditebak. Tidak mudah juga untuk diikuti. Tapi saya tidak jarang juga merengek-rengek di bawah kakiNya, meminta agar mataNya tidak berhenti mengawasi saya dan mencampuri hidup saya. Karena saya tahu saya tidak mampu berjalan sendirian tanpa Dia. Saya hanyalah domba bodoh yang tidak tahu jalan. Bahkan ketika saya terlibat perbincangan nikmat denganNya, saya benar-benar tidak ingin pergi dan menyudahi pembicaraan itu. Padahal di lain waktu di hidup saya, enggan sekali rasanya untuk datang bertemu denganNya dan berbincang-bincang denganNya.

Saya lelah dengan gelombang naik turun dalam hidup ini. Saya lelah ketika saya di bawah harus berjuang naik ke atas dan kembali rela untuk masuk ke lembah gelombang lagi. Tapi di dalam setiap kelelahan itu, ada nikmat yang tidak terkatakan dan tidak tergantikan. Saya menyadari bahwa Tuhan terlalu baik memberikan ruang bagi manusia bisa berelasi denganNya. Bersyukur bahwa Tuhan yang saya kenal bukanlah Tuhan yang jauh dan tidak tersentuh, namun justru Tuhan yang menyentuh setiap aspek hidup saya.

Saya teringat pesan dari kakak saya dalam sebuah buku renungan pertama yang ia berikan: "Yang terpenting dalam hidup adalah mengenal Dia dan mengenal diri. Percuma kamu peroleh segalanya di dunia ini kalau hal itu tidak ada di dalam hidupmu". Ketika kita nanti mati, tidak ada apapun yang bisa kita bawa ke akhirat. Segala prestasi, pencapaian, dan target yang kita selesaikan sia-sia. Sekalipun mengenal Dia dan berjalan bersama Dia itu adalah hal terumit dan ter-reseh dalam hidup, tapi itu adalah hal paling berharga dan satu-satunya hal yang tidak sia-sia. Mengetahui bahwa Dia MAU berelasi dengan saya saja, adalah hal yang indahnya tidak terkatakan. Ah, saya tidak tahu bagaimana harus mengakhiri tulisan ngalor ngidul ini. Just, Thank You.


Monday, June 17, 2013





“Why can't you fly now, mother?"

"Because I am grown up, dearest. When people grow up they forget the way."

"Why do they forget the way?"

"Because they are no longer gay and innocent and heartless. It is only the gay and innocent and heartless who can fly.”

― J.M. Barrie, Peter Pan

Wednesday, June 5, 2013

Senja Djuanda

Senja.
Si cantik yang pemalu
Menebar senyum dalam suara yang jarang terdengar
Banyak misteri dalam kesederhanaannya
Pun pikat dalam kuning, orange, atau merah pipinya
Banyak yang tergoda ingin mengenalnya,
Termasuk diriku

Sore ini kupandangi dia di celah jendela kereta
Di celah langit-langit stasiun djuanda
Lagi-lagi dia berhasil membuatku melamun
Tampaknya sore ini, seperti sore kebanyakan,
senja sedang muram
Ia bukan pelawak yang ditonton semua orang
Juga bukan penyanyi glamour yang diiri setiap wanita
Ia hanyalah senja di sore hari
Cantik tanpa bb cream dan maskara
Seperti sore sore biasanya
Yang siap menemani hati yang gundah
Tapi tidak semenarik itu untuk membuat orang-orang memperlambat langkahnya

Mereka tidak sempat menengadah melihat kamu
Mereka harus berlari berebut kereta
Mereka tidak sempat berhenti menikmati cantikmu
Kamu sudah selalu ada seperti biasa
Dan terlalu biasa
Tapi tenanglah dan tersenyumlah
Setidaknya kamu masih bisa memikat aku



Contented

"What is your life goal? What thing that will make you finnaly satified when you reached it?"

"Hmm... Enjoying Him and glorify Him. Hahahaha."

"Mmhh.. Yea yea yea."

"No, I'm serious :)"



I have asked the Lord for one thing -  this is what I desire! I want to live in the Lord 's house all the days of my life, so I can gaze at the splendor of the Lord  and contemplate in his temple. -Psalms 27:4

Friday, May 24, 2013

Menggapai Puisi


Aku bukan sastrawan yang bisa menulis puisi kapan saja
Atau mungkin sastrawan seperti aku?
Yang menanti puisi sampai ia datang di saat aku sudah lupa sedang menantinya datang
Entahlah
Bagiku puisi itu centil dan menggemaskan
Tidak ada saat dicari-cari
Tapi datang tiba-tiba saat tembok pertahananku sedang lengah

Ia ada dalam pojok cafe kosong tak berpenghuni
Ia ada dalam setiap getaran tangan yang tersengat listrik sakit hati
Ia ada dalam senyum patah yang berusaha menutupi nyeri belati di dada
Ia ada dalam rasa sayang yang melebihi egoku padamu, sahabat
Ia ada dalam bulan bintang yang kulihat saat memikirkan kamu
Ia ada dalam keheningan malam kita berdua yang menggebu-gebukan jantung di dadaku
Ia ada dalam sisa-sisa pembicaraan panjang yang tak rela kita sudahi
Ia ada dalam setiap hiburan pohon-pohon, angin, dan burung gereja kiriman Sang Penghibur

Ia tidak selalu ada
Tapi ada dimana-mana
Di udara dimana rasanya ia akan cepat menghilang
Di momen yang kusadari untuk cepat menangkapnya
Merasakan setiap nafas, getar, iramanya
Menjauhkan teh dan makan siangku,
Menulis surat kepadamu, 
hai puisi yang sudah berhasil kutangkap.

Friday, April 19, 2013

Apa Kata Hujan

Sore ini aku berbincang dengan hujan
Di tengah lamunan lelapku ia datang membangunkanku
Mendobrak pintu kamarku dengan gelegar petirnya
Menghajar bumi dengan tombak-tombak airnya

Entah apa yang membuat hujan marah
Seketika datang meledak-ledak
Seolah kantung besar awan tak sanggup lagi menampung mendung hatinya
Robek dan memuntahkan amarahnya pada bumi

Rasanya sesak mendengarkan hujan yang kasar memaki sore tadi
Lain kali, jangan pendam banyak-banyak mendungmu itu di awan
Teteskan saja sedikit-sedikit padaku
Sekalipun tetesan itu selalu meresap, jadi mendung pula di hatiku
Tidak apa-apa

Nah.
Aku lebih suka kamu seperti sekarang
Terdengar lembut dan tenang
Meski masih biru dan pilu
Entah apa yang kamu rasakan sekarang
Tapi seperti sekarang ini, yang paling aku suka darimu

Kata hujan, ia lelah dan mulai kehabisan air matanya
Kata hujan, ia kesepian dan ingin dipeluk rasanya
Kata hujan...

Kamu tak boleh tahu :)

Sunday, March 17, 2013

More than That

What does love look like?
It has the hands to help others.
It has the feet to hasten to the poor and needy.
It has eyes to see misery and want.
It has the ears to hear the sighs and sorrows of men.
That is what love looks like.

-Saint Augustine


so, why should we reduce the meaning of love?

Ambigu

Generasi ini adalah generasi digital. Bukan hanya masalah banyaknya barang-barang digital, gadget-gadget canggih, dan kepraktisan yang kita dapat sekarang. Tapi lebih lagi, relasi atau interaksi manusia pun lebih banyak terjalin di ruang-ruang digital. Kalau mau tahu isi hati seseorang, cukup nongkrongin twitter atau facebook nya. Lihat status BB nya, atau baca lagu-lagu yang di post nya di dunia maya. 

Dunia digital seperti mempermudah kita melihat sesuatu yang privat milik seseorang, tanpa perlu menanyakannya secara langsung. Tentunya, lebih mudah juga mengutarakan perasaan lewat dunia digital daripada face to face. Tapi kekurangannya adalah, kamu akan sering terjebak dalam ambiguitas. Menerka-nerka dengan tidak pasti setiap isi hati dia. Kamu bisa mengait-ngaitkannya dengan apa saja yang bisa kamu pikirkan. Alhasil, muncul rasa sedih atau marah yang lahir dari sebuah ambiguitas. Kemudian kamu akan mengutarakan perasaanmu itu lewat media, dan menambahkan sejuta abu-abu di dunia maya itu. 

Ah, ingin sekali meluruskan apa yang kelihatannya membelok. Memahami apa yang masih belum terpahami. Tapi terkadang lebih baik diam daripada dituduh menenggelamkanmu dalam jurang ambiguitas yang abu-abu. Atau mungkin akulah yang terjebak dalam dunia abu-abu? Ahh.. Itulah sebabnya, mungkin aku tidak jadi meneruskan tulisan ini. Mengurangi kemungkinan-kemungkinan ambiguitas yang semakin ambigu nantinya. Ah!

Sunday, February 24, 2013

Kamu

Kamu suka datang tiba-tiba
Lewat sedetik jumpa mata,
Sepintas panas suhu kulitnya,
Atau sesentuh dua jemari kita,

Kamu tertawa setiap aku ragu menikmati sengatmu
Untuk itulah kamu suka menghampiriku
Karena ada kamu, peredaran darahku jadi brutal
dan kamu tahu itu.

Aku tidak pernah mengerti kamu
Aku tak mengerti aku yang rindu kamu
Tapi muak melihat kamu
Kenapa kamu begitu menggoda?
Kamu magnet tubuhku
Sungai dalam darahku
Bersamamu, bentengku rontok
Bahkan batas ilahi pun bisa hilang
Bersama logikaku saat ada kamu

Itulah sebabnya aku benci kamu
Menutup telinga dari rayuan palsumu
Mungkin ini salahku
Menilaimu terlalu indah
Terjerat sekalinya ku terpikat padamu

Maka diamlah di sana,
sampai aku melihatmu dengan benar
Dengan akal sehat dan batin kuat
Sampai berjumpa lagi, cinta...



Benarkah namamu cinta?

Thursday, February 7, 2013

Before Sunrise (1995)



Yeap. Film ini film sangat jadul saat saya masih unyu di tahun pertama hidup saya. Dannn saya baru menontonnya kemarin, haha! Sebenarnya sudah lama film ini ada di laptop saya. Cece saya (guru, teman, sahabat, yang saya anggap kakak perempuan sendiri) yang menyuruh saya menontonnya karena ini film favoritnya. Tapi saya baru menontonnya sekarang dan ternyata film ini menarik sekali :D

Diperankan oleh Ethan Hawke dan Julie Deply, film ini menceritakan tentang pemuda bernama Jesse yang bertemu dan berkenalan dengan seorang gadis bernama Celine. Jesse berasal dari US dan Celine tinggal di Paris. Sepanjang perjalanan, mereka saling bertukar cerita dengan asiknya. Tak terasa, Jesse harus mengakhiri perjalanannya. Ia turun dari kereta namun kembali lagi dengan ide gila. Ia menghampiri Celine dan berkata, "Look. I want to keep talking to you. And I have this insane idea that you have to come with me" Celine menjawab, "Let me get my bag" Cerita cinta pun dimulai :)

Jesse yang tidak punya cukup uang untuk menginap, memang berencana untuk keliling kota Venice sebelum paginya ia terbang ke Madrid. Luckly, ia punya teman untuk menghabiskan malam sekarang. Pertemuan Jesse dan Celine tampak gila dan unik (saya pun pernah mengalaminya. Dengan ending berbeda tentunya hahaha). Namun bukan hal ini yang menarik buat saya. Film romantis ini berbeda dengan film cinta-cinta lainnya adalah karena dari awal sampai akhir, hanya ada mereka berdua. Dan yang mereka lakukan hanyalah... ngobrol. Yeap, just talk and talk

Menonton film ini, saya jadi ingat perkataan Joshua Harris mengenai relationship. "What is the most romantic thing that you can do with your lips? Most of my readers said it's kissing. Well I guess not. It's talking". Saya sangat setuju dengannya. Bagi saya, menemukan seseorang yang dapat berbicara apa saja dengan kita dan kita bisa berbicara apa saja dengannya adalah suatu keajaiban. Bayangkan Anda menikah dengan pasangan Anda dan menghabiskan waktu seumur hidup. Hal-hal romantis seperti membuat puisi, memberi bunga dan sebagainya akan habis dan kering. Tapi berbicara satu sama lain, mengeksplor kepribadian satu sama lain, tak akan ada habis-habisnya. Karena manusia yang terbatas ini, punya seluk beluk pribadi yang rumit yang hampir tak terbatas :)

Back to the film. Memang sedikit membosankan mendengarkan mereka berbicara terus menerus dengan asiknya (karena yang asik mereka, bukan kita, haha). Tapi setiap percakapan mereka baik dengan serius atau dengan santai, mengandung hal-hal yang sering terpikirkan oleh kita dan menarik untuk dipikirkan. Percakapan yang cerdas. Percakapan yang tajam. 

Dann ternyata 9 tahun kemudian kedua sejoli ini berperan lagi di film berjudul "Before Sunset" memerankan karakter yang sama. DAAANN 9 tahun kemudian (yaitu 2013 ini!!) mereka juga bermain dalam film berjudul "Before Midnight" yang ceritanya mereka tulis sendiri. Keren juga membayangkan bermain film dengan karakter yang sama dan lawan main yang sama. Seolah-olah kita benar-benar melihat perjalanan cinta mereka dari remaja sampai tua. Can't wait to watch before sunset and before midnight! :D




"If there's any kind of magic in this world... it must be in the attempt of understanding someone, sharing something. I know it's almost impossible to succeed... but who cares, really? The answer must be in the attempt." - Celine

"When you talked earlier about after a few years how a couple would begin to hate each other by anticipating their reactions or getting tired of their mannerisms-I think it would be the opposite for me. I think I can really fall in love when I know everything about someone-the way he's going to part his hair, which shirt he's going to wear that day, knowing the exact story he'd tell in a given situation. I'm sure that's when I know I'm really in love." - Celine

Superheroes (2011)

Sebutkan saja nama-namanya. Spider-man, Iron-man, Super-man, The Avengers, dan begitu banyak nama-nama tokoh superhero yang pasti pernah kita tonton di layar lebar. Mereka semua adalah tokoh-tokoh dengan kekuatan super yang keren dan membasmi kejahatan. Pertanyaannya, bagaimana jika manusia-manusia super itu benar-benar nyata?

Baru-baru ini saya menonton sebuah film dokumenter berjudul "Superheroes". Buat saya, film yang dirilis tahun 2011 karya Mike Barnett ini sangat menarik! :D Dikemas dalam bentuk action-comedy, film ini  bercerita tentang kehidupan mereka yang disebut sebagai real-life superhero. Orang-orang biasa yang mengenakan kostum, keluar di tengah malam, dan mencari-cari penjahat yang hendak ditumpasnya. Mereka bahkan memiliki nama mereka masing-masing. Ada Mr. Xtreme, Master Legend, Thanatos, dan sebagainya. Selain plot cerita yang menarik, selingan narasi yang dikemas dalam bentuk komik ala Marvel dalam film ini sangat menghibur. Menolong saya yang sering mati kebosanan menonton film dokumenter (hehe).



Ada di antara mereka yang terlihat sangat keren dengan otot dan keahlian mereka berkelahi. Ada juga yang terlihat konyol. Namun ternyata masing-masing dari mereka benar-benar serius menjalaninya. Ada alasan kuat yang mendorong mereka untuk melakukannya. Berbagai cerita, berbagai latar belakang. Yang menarik bagi saya adalah beberapa di antara mereka "lahir" menjadi superhero adalah karena seorang bernama Kitty Genovese. Korban pemerkosaan dan pembunuhan pada tahun 1964. 38 saksi. Dan tidak seorang pun yang menolong. Sebuah cerita yang menggemparkan dunia saat itu. Seorang wanita yang tidak mereka kenal, namun mampu menyadarkan mereka untuk bangun dari mimpi masyarakat apatis, dan melakukan sesuatu. Sekalipun mungkin ada yang terlihat sangat sepele, tapi hei... setidaknya mereka melakukan sesuatu. 

Kitty Genovese



"People got mistake cause they think there's something in this world. When actually, there's something in another world" - Master Legend

"I don't have superpower. But superhero is real. It is not about your costume. It's about your heart and what you do" - Mr. Xtreme

"There is superhero in everyone of us. We just need to let it out" - Thanatos


So.. Are you ready to become superhero in your own way? :)

Sincere

Hari Minggu kemarin saya tidak pergi ke gereja dimana saya beribadah biasanya. Kali ini, saya pergi ke gereja di daerah Kelapa Gading. Ada hal yang berbeda dan sangat menarik dalam ibadah hari itu. Biasanya sebelum kotbah dimulai, akan ada koor yang maju ke depan dan menyanyikan lagu-lagu pujian. Lagu-lagu yang dinyanyikan susah-susah. Biasanya berbahasa Inggris, Jerman atau Latin. Mereka pun bernyanyi dengan partitur ber-not balok! Mereka memang memiliki visi bahwa menyanyi  untuk Tuhan haruslah yang terbaik. Karenanya mereka memilih lagu2 dari sepanjang jaman yang terbaik untuk dinyanyikan. Hal ini tentu sangat baik, mengingat banyak sekali yang sembarangan dalam memuji Tuhan.

Namun koor yang maju kemarin bukanlah koor yang biasanya. Mereka bukanlah anak-anak muda yang menyanyi lantang dengan badan tegap. Mereka adalah oma-oma berumur 80 ke atas yang sudah susah jalannya. Bahkan ada satu oma yang mungkin tidak kuat berdiri lama sehingga ia harus menyanyi sambil duduk. Ternyata hari itu menjadi hari ulang tahun ke-1 tahun persekutuan mereka yang disebut dengan "persekutuan usia emas immanuel", yang diikuti oleh kaum lansia.

Sebelum mereka menyanyi, pemimpin persekutuan menyampaikan sepatah dua patah kata berkenaan dengan persekutuan mereka. Hal ini membuat saya trenyuh. Ia bertanya kepada jemaat semua "kalau oma-oma yang susah jalan saja mau bekerja buat Tuhan, kenapa kita bermalas-malasan? Kalau dulu kita yang kecil didampingi saat belajar berjalan, adakah yang mau membantu oma-oma ini untuk berjalan?" Satu per satu oma pun mengucapkan syukur karena mereka boleh ada dalam komunitas usia emas immanuel tersebut dan masih boleh melayani Tuhan.

Akhirnya mereka bernyanyi. Lagu yang sangat familiar bagi kami.

"Tak Kutahu kan hari esok, namun langkahku tegap. Bukan surya kuharapkan, karna surya kan lenyap. Oh tiada ku gelisah, karna janjiMu benar. Ku berjalan serta Yesus, maka hatiku tenang"

Sederhana. Biasa. Tapi indah.

Dan ternyata, bukan koor merdu bak suara opera yang menyanyikan lagu2 tingkat tinggi yang membuat saya menitikkan air mata. Tapi justru kesederhanaan mereka, dalam kelemahan mereka, yang membuat saya tersentuh. Dan.. Hei, kanan kiri saya juga tersenyum menghapus basah di pipinya :)


Monday, January 28, 2013

Rapunzel

Rapunzel: I've been looking out of a window for eighteen years, dreaming about what I might feel like when those lights rise in the sky. What if it's not everything I dreamed it would be?
Flynn Rider: it will be.
Rapunzel: and what if it is? What do I do then?
Flynn Rider: well, that's the good part I guess. You get to go find a new dream.

Satu Tangan, Satu Jiwa

Tak terasa sudah satu bulanan saya berada di Tegal menghabiskan liburan semester ini. 3 hari lagi saya akan pulang ke Jakarta dan melanjutkan aktivitas seperti biasanya. Namun saya tidak menyangka besok saya akan menutup liburan saya di Tegal ini dengan satu acara yang pasti akan menjadi momen-momen yang saya nikmati. Selalu.

Acara itu adalah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) remaja di Tegal dan Brebes. Saya bersyukur tim STEMI menjangkau kota kecil tempat kampung halaman saya ini hehe. Saya juga bersyukur sekali, sekaligus takut sekali, karena mendadak saya dijadikan MC untuk acara ini selama 2 hari berturut-turut. Saya juga kaget karena sebelumnya saya tidak pernah menjadi MC di depan ratusan anak, sendirian pula! Rasanya saya tidak mampu. Tapi yasudahlah saya akan berusaha sebaik-baiknya :)

STEMI adalah suatu badan pelayanan di bawah Pdt. Dr. Stephen Tong yang mempunyai misi penginjilan ke seluruh pelosok Indonesia. Setiap tahunnya ada ratusan ribu orang bahkan di pedalaman-pedalaman Indonesia yang bersedia bertobat dan menerima Tuhan. Acara yang diadakan di Tegal esok hari adalah KKR khusus untuk murid-murid SMP-SMA yang beragama Kristen.

Saya sudah beberapa kali mengikuti KKR di beberapa tempat. Semuanya berarti untuk saya. Meskipun Firman yang diberitakan sudah sering saya dengar, yaitu tentang Yesus yang mati dan bangkit demi menebus dosa saya. Saya tetap kagum, heran, dan terharu. Tidak ada mukjizat-mukjizat seperti orang sakit keras lalu disembuhkan. Yang ada adalah orang-orang yang sadar hidupnya berdosa dan butuh pertolongan. Orang-orang yang membutuhkan Tuhan lalu berdoa meminta belas kasihan Tuhan. Bukan, bukan karena hidup mereka susah lalu butuh Tuhan seperti opium seperti kata Karl Marx. Toh setelah menerima Tuhan, banyak yang justru susah hidupnya. Tapi itu tak berarti. Karena mereka mendapat hidup. Hidup! Di saat sebelumnya mereka "mati".

Saya tidak pernah bosan menyaksikan wajah-wajah remaja yang mendengarkan Firman. Saya teringat akan saya yang dulu frustasi mencari makna hidup dan tujuan hidup. Mungkin ada "saya" yang dulu di antara wajah-wajah itu? Saya, yang lalu diberi pertanyaan "maukah Anda menerima Tuhan Yesus Kristus dalam hidup Anda dan menyerahkan hidup Anda bagiNya?" dengan jantung yang rasanya berdetak tidak keruan, dengan takut dan air mata, dengan rasa tubuh menjadi rontok serontok-rontoknya saya angkat tangkat dan berkata "jangan pernah lalu lagi ya Tuhan"

Semoga esok dan lusa, Tuhan juga melihat tangan-tangan lain yang hidupnya bersedia diubah oleh Dia :)



Monday, January 21, 2013

The Grumpy Girl

Aku membayangkan ada berjuta-juta, bermilyar-milyar CCTV di sekitarku, di setiap tempat yang bahkan mungkin tak kusadari ada, untuk tidak sedetikpun melewatkan setiap gerak gerik tubuh kecil ini.
Dan sekarang, aku duduk di depan operator CCTV itu, memutar ulang rekaman hari ini.

Maka rekaman hari ini pun dimulai dengan aku yang baru bangun di siang hari, mandi, lalu melewatkan sepanjang hari di rumah tanpa melakukan sesuatu yang berarti. Sendiri, kebanyakan.

Aku hanya mendengar diriku mengucapkan tidak lebih dari 100 kalimat pada hari ini. Mungkin. Maka rekaman hari bersama "aku" pun menjadi sangat membosankan. Menontonnya lagi membuatku muak.

Tapi tunggu. Di sini ada satu tombol speaker yang aneh. Ketika tombol ini iseng kutekan, aku mendengar suaraku sendiri yang sangat cerewet. Tapi... Hei, aku tidak berbicara di monitor. Lalu suara itu darimana?

Ternyata CCTV ini sangat canggih. Ia mampu merekam semuanya bahkan sampai suara dalam hati dan pikiranmu.
Pantas saja. Ketika kunyalakan speaker "lain" tadi yang tidak ada di ujung dunia manapun, tiba2 rekaman itu menjadi sangat berisik.
Pusing sekali mendengarkan suara-suara dari hati dan pikiran si "aku".

Kuputar ulang rekaman tadi dengan speaker aneh yg baru kutemukan ini. Rekaman ini menjadi lebih menyebalkan.
Semenjak aku bangun dari tidur, banyak sekali keluhan dan omelan yang keluar.

"Kenapa aku bangun siang lagi? Dasar malas"
"Ah tuh kan aku ngantuk. Pasti karena kebanyakan tidur"
"Ck. Memang harusnya aku di jakarta saja. Di sini benar-benar ga ada kerjaan. Krn itulah aku jd mengantuk terus"
"Kenapa mama memaksa aku untuk pulang selama ini sih? Huff"

Haduh! Cerewet sekaliii. Perihal bangun kesiangan saja bisa mengantar aku ke banyak omelan yang salah.

Sebenarnya bukan aku yang seharusnya ada di sini melihat rekaman CCTV ku sendiri.
Tak sengaja saja aku menemukan ruangan ini, dan kosong.
Aku tidak dapat membayangkan rasanya jadi dia yang mengawasiku lewat monitor-monitor ini.
Mendengar setiap kebisingan hatiku yang tidak pernah lelah berbunyi.

Ah, mungkin karena dia tidak tahan dengan omelanku, dia kirimkan kado kecil untukku siang hari ini. Aku tahu kado itu dari dia. Aku bahkan mengucapkan terimakasih lewat CCTV ini loh, untuk dia. Tapi.. Itu tadi siang. Satu atau dua jam setelahnya sampai aku melihat rekaman ini, si "aku" kembali cemberut dan tetap menggerutu akan banyak hal.

Aku pun menengok pada monitor lain di ruangan itu.
Aku mengamati seorang wanita bernama Joni Eareckson Tada yang duduk di kursi roda. Saat itu ia sedang melukis. Dengan kuas, di mulutnya. Tampaknya hanya kepalanya saja yang dapat bergerak. Darisana aku tahu bahwa sejak umur 18, masa mudanya direnggut. Hidupnya hanya di kursi roda, dengan kepalanya saja yang dapat bergerak.

Tapi senyumnya manis sekali. Ia tidak seperti orang sakit. Ia bahkan jauh lebih bersemangat daripada aku. Dan dia melakukan jauh lebih banyak hal daripada aku!

Kudengarkan rekamannya dengan speaker "lain" yang menguping suara hatinya. Dia bernyanyi! Terkadang diam dan mengucapkan kata-kata indah. Kata-kata syukur atas hidup indah yang dimilikinya

Ah, aku sangat malu. Aku pun cepat-cepat menulis surat sebelum dia kembali ke ruangan ini. Aku terlalu malu untuk menghadap padanya dan sekali lagi meminta ampun untuk berjuta-juta kalinya.

Meminta ampun untuk tidak mengindahkan setiap kado dalam kehidupan yang tersedia bagiku. Meminta ampun untuk, bahkan, tidak sadar bahwa ini dan itu dan semuanya ini adalah kado untukku. Ajari aku tersenyum ya! Sekali lagi...

Dari si penggerutu :|

Wednesday, January 16, 2013

New Chapter


Terakhir kali saya menulis adalah tanggal 25 July 2012. Tak terasa sudah begitu lama saya tidak menulis. Baru sekarang, 16 Januari 2013, saya kembali menulis. Haha. Alasannya sama dengan alasan mengapa saya membuat blog ini untuk pertama kalinya. Karena ada seseorang yang mengingatkan saya bahwa menulis itu bukan pekerjaan yang sia-sia. Dan kita tidak akan pernah tahu apa yang dirasakan pembaca tulisan kita. Mungkin kita merasa tulisan kita biasa saja atau malah tidak penting. Tapi kalau seseorang di luar sana bisa mendapat hal baik dari tulisan kita, siapa tahu? Hehe.

Saat ini saya baru saja melewati 1 semester sebagai mahasiswa Sosiologi UI, sesuai dengan angan-angan saya. Melihat ke belakang mengenai betapa kerasnya saya menginginkan hal ini, rasanya wajar jika saya bertanya pada diri saya sendiri “gimana kuliahnya?” layaknya obrolan orang-orang pada umumnya terhadap mahasiswa baru. Saya sempat terkejut dan menjadi lesu mendengar jawaban dari “saya”. Saya pun menjadi sangat galau karena si “saya” malah mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak lagi ada “bener gak sih gw di sini? Gw ngapain sih di sini?” TIDAAK. Hehe.

Tapi tenang... Saya tidak menyesal dan tidak akan mundur. (Eaa). Memang benar saat orang lain bersemangat dalam kuliah perdananya, saya malah lesu. Mengapa? Ternyata saya datang dengan ekspektasi yang terlalu banyak dan mungkin kurang realistis. Di otak saya, UI itu begini begitu begini begitu. Ternyata jauh sekali dari dugaan saya. Mulai dari dosen, cara mengajar, teman, bahkan BEM nya pun tidak sesuai dengan dugaan saya. Saya pun menjadi kecewa dan hilang semangat.

SEBEL
Hal yang paling membuat saya kesal sebenarnya adalah masalah waktu. Untuk pertama kalinya saya melibatkan diri dalam kepanitiaan yang menurut saya sangat hebat visi dan misi nya. Menurut saya bahkan, kalau acara itu sukses, acara tersebut bisa tercatat dalam sejarah (lebay, tapi serius). Tapi seperti kebanyakan orang pemerintahan yang suka didemo, janji hanyalah janji, ide hanyalah ide. Bukan sepenuhnya salah panitia tentunya, tapi saya sangat menyayangkannya. Anyway, saya sangat semangat karena bisa diterima dalam kepanitiaan tersebut. Padahal saya pikir saya tidak mungkin bisa karena saya sama sekali tidak ada pengalaman. Saya pun berjanji akan bekerja sebaik mungkin, seperti biasanya saya bekerja.

Rapat perdana kami dimulai pukul 7 malam di tempat X. Pukul 7 kurang saya sudah berada di sana bersama dengan teman saya. Tapi tidak ada orang. Karena kami maba yang masih bodoh tapi unyu (haha), kami pikir kami salah tempat. Alhasil, kami coba mencari ketua kami. Setelah bertemu, saya bertanya padanya “Kak, X itu dimana sih? Di sana bukan? Kok gw ke sana ga ada orang yaa haha”. Lalu katanya, “Oh, iya bener kok di sana. Hehe.” Saya kembali bertanya “Hmm.. jam 7 kan ya kak rapatnya? Ato gw salah? Hahaha” daaannn dia menjawab, “Yahhh elaahh... Lu kayak ga tau FISIP aje. Kalo gw bilang jam 7, artinya lu dateng jam 8 aja hahaha”

... dan masih banyak hal lain yang menurut gw sangat disayangkan. Apalagi kalau katanya mahasiswa itu harus total dalam perjuangan. Pewaris peradaban! Gimana bisa menguasai peradaban kalo dari hal kecil soal waktu aja ga bisa dipercaya. Berantas korupsi! Dimana logikanya berantas korupsi dengan cara mengkorupsi waktu?

Hal lain yang membuat saya lesu adalah berbagai mata kuliah yang memuakkan. Gw mau sosiologiii wooii bukan politikk dan sebagainya. Tapi ya sudahlah ya... Saya anggap ini sebagai proses persiapan dan saya harus sabar.

SENANG BETUL HEHE
TAPI. Setelah dipikir-pikir, saya sangat tidak menyesal ada di sini sekarang. Toh tidak ada universitas yang sempurna, hehe. Saya bertemu dengan banyak sekali orang yang menarik, menyenangkan, aneh-aneh, dan segala macam orang yang bisa memberikan pelajaran baru pada saya. Saya ini Cina dan Kristen. Dari lahir-SMA lingkungannya itu melulu. Masuk dalam lingkungan mayoritas Non-Cina dan Muslim. Rasanya... Menyenangkan sekali hahaha.

ke-72 anak sosio 2012 :)

Lembang

Usai Gelas Maba

Orangtua saya jelas tidak memperbolehkan saya masuk UI karena takut saya didiskriminasi dan tidak bisa bergaul. Orang-orang sekitar saya meledek saya dengan guyonan yang kadang tidak lucu. Antara ketakutan dan kesombongan etnis itu beda tipis hehe. Semoga yang cina-cina tahu maksud saya, ya... Hehe.. Tapi nyatanya saya baik-baik saja, teman-teman saya juga baik-baik semua :)

Ketika di bangku semen (tempat anak sosio berkumpul) itu kami saling bertukar cerita, saya baru sadar beda sekali saya dan mereka. Teman-teman saya menceritakan bagaimana orangtua mereka sampai menangis terharu karena anaknya masuk UI. Ada teman saya yang menangis karena sebenarnya ia tidak ingin masuk UI, tapi karena ia diterima di UI dan ia merasa ada beban untuk membahagiakan orangtuanya dengan cara tersebut maka ia masuk UI. Sedangkan saya? Hehehe. Baca saja di tulisan saya sebelum-sebelumnya yaaa haha. Singkat kata, masuk sosiologi UI itu agak aib bagi orang-orang sekitar saya. Duitnya itu loohh dimanaa haha. Selain itu, kasarnya, UI bukan tempat orang Cina. Kalopun iya, ada juga di FE atau kedokteran. Aneh sekali.

Buat saya, persamaan cerita saya dan mereka satu. Kami yang sebenarnya bebas ini, dipenjarakan oleh penjara tak terlihat yang bernama masyarakat. Kenapa ada orang yang berjuang setengah mati masuk UI (bahkan sampai tidak peduli jurusan apa yang penting masuk UI) dan ada orang yang tidak mau masuk UI hanya karena jumlah etnisnya minoritas? Agak tidak logis alasannya. Memangnya UI sebagus itu? Atau, memangnya kita hanya bisa bergaul dengan sesama etnis saja? Benar kata Prof. Paulus Wirutomo, pikiran kita ini diganggu oleh kekuatan-kekuatan dari luar yaitu dari masyarakat dan budaya.

Anyway, saya sangat senang bisa bergaul dalam lingkungan baru yang membuka wawasan saya. Salah satu alasan saya masuk UI juga karena ingin lepas dari lingkungan sosial yang terlalu steril, masuk dalam lingkungan yang berbeda. Di sana saya menemukan banyak stereotip, prejudice dan teman-temannya yang tidak benar. Hal ini penting loh supaya kita menjadi manusia yang tidak sempit hehe.

Hal lain yang menarik buat saya adalah saya menemukan banyak orang yang sangat menikmati hidupnya dengan berjuang total dalam passion-nya masing-masing. Selama ini saya lebih sering bertemu dengan anak muda yang sekolah karena disuruh orang tua (maka amburadul sekolahnya), atau sekolah karena mau cari eksistensi diri (maka nilainya bagus-bagus), atau juga sekolah karena untuk bisa kerja dan dapet duit (paling banyak). Jarang saya menemukan pemuda yang berani bermimpi. Boro-boro. Punya mimpi saja tidak! Hehe. Ada beberapa analisa ngaco di otak saya yang menurut saya menarik untuk diteliti, tapi nanti saja hehehe.

KESIMPULAN (??)
Hmm... Kalau saya jadi Anda, saya akan sedikit malas membaca galau-galaunya si “saya” ini panjang lebar, hahaha. Jadi saya akan sedikit menyimpulkan saja di sini. Bahwa hidup itu kaya. Hidup itu terlalu dalam dan luas untuk dipelajari. Coba perhatikan hal-hal di sekelilingmu, sekecil apapun. Pikirkan dan refleksikan. Pada akhirnya itu akan membuat Anda menjadi orang yang lebih luas, tidak melulu melihat permasalahan diri sendiri. Sebelum menggerutu akan ini itu (seperti saya, hahaha), perhatikan orang di sekeliling Anda dan hal-hal lainnya. Renungkan dan syukuri kemegahan Si Empunya hidup kita. Jadikan hidupmu itu hidup! Hehe. SO, live your life. Because “every man dies, not every man really lives” (William Wallace). Are you alive? :)