Monday, July 4, 2011

Hilde Janssen: Pemerintah Indonesia Menganggapnya Aib

Artikel berjudul di atas berkisah tentang penelusuran demi penelusuran yang dilakukan seorang jurnalis tentang kasus jugun ianfu Indonesia. Ternyata banyak sekali perempuan-perempuan Indonesia yang adalah eks jugun ianfu, budak seks para tentara jepang. Mereka mengaku mereka mengalami banyak sekali penyiksaan dan penderitaan menjadi budak seks paksa. Di artikel ini juga disebutkan kasus para wanita Indonesia ini diabaikan begitu saja dan tidak ada penepatan janji adanya kompensasi uang dari berbagai organisasi.

Pertama-tama saya akan masuk dalam konteks di mana masa jugun ianfu mulai “bekerja.” Di sana – terutama dalam kasus ini – kita dapat melihat dengan jelas adanya stratifikasi sosial berupa kaum yang berkuasa dan kaum dikuasai. Kaum yang berkuasa adalah penjajah (Jepang) yang menguasai rakyat terjajah (Indonesia). Saat penganiayaan ini berlangsung, pasti banyak rakyat Indonesia yang mengetahui hal ini. Namun penganiayaan terus berlangsung sampai sekitar tahun 1945. Ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia saat itu tidak mampu menghadapi penguasa-penguasa Jepang yang menjajah dan menguasai mereka. Pemberontakkan sangat mungkin terjadi, namun tetap saja rakyat Indonesia tidak berdaya. 

Menurut pandangan Weber, ada 3 dimensi stratifikasi sosial: ekonomi, kehormatan, dan kekuasaan. Dimensi manakah yang relevan dengan kasus ini? Secara ekonomi, Indonesia saat itu memiliki banyak sekali kekayaan sehingga Jepang menjajah Indonesia. Dalam hal ini dimensi ekonomi tidak berlaku. Demikian juga dengan dimensi kehormatan, Jepang di mata bangsa Indonesia saat itu tentulah bukan orang-orang yang terhormat melainkan orang-orang biadab. Dimensi kekuasaan-lah yang dimiliki Jepang dengan sangat jelas. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, Jepang mampu menekan, menjajah, dan menguasai Indonesia.

Poin terakhir yang saya tulis adalah menurut saya, kasus ini tidak mendapat tanggapan yang baik dari pemerintah bukan karena pemerintah menganggap kasus ini sebagai suatu aib. Aib apa? Sudah jelas bahwa itu merupakan aib biadabnya Jepang. Para wanita Indonesia tidak tahu apa-apa selain dipaksa menjadi korban budak seks serdadu Jepang pada masa itu. Maka mengapa pemerintah Indonesia tidak mau mengangkat permasalahan ini? Salah satu faktor terkuat adalah karena Jepang merupakan negara kedua yang memberikan bantuan-bantuan, donor dana, hibah, ataupun pinjaman terbesar pada Indonesia. Kemungkinan besar pemerintah Indonesia takut dan lebih memilih untuk berada dalam posisi aman, tidak menentang Jepang yang salah. Di sini muncul lagi kesan antara kaum yang berkuasa dan kaum yang dikuasai. Secara tidak langsung, Indonesia sudah terkontrol oleh Jepang karena kebergantungan ekonomi yang tinggi pada Jepang.

No comments: