Wednesday, January 4, 2012

Forgotten #15 (End)

Aku raba tulisan 'OF' di pohon itu. Otto tersenyum dan aku tertawa.
"Aku tahu kamu pasti kembali kesini"
"Bagaimana Fanny bisa ke sini kalo yang ada Lisa?"
Otto menatapku dengan khawatir. Tapi kalimat itu kuucapkan tanpa beban hati yang berat. Otto tersenyum kembali.
"Tak apa. Lisa jauh lebih cantik, feminin, dan anggun daripada Fanny"
"Kalau Fanny mendengarnya kamu pasti sudah mati tenggelam di danau"
"Hahaha.. Fanny tidak akan rela aku mati. Ya kan?"
"Dasar bodoh, jelek, dungu"
"Hahaha.. Cewek cantik yang jahat memang selalu menggoda ya"
"Genit!"
"Hahaha.."


"Danau ini indah sekali, masih sama indahnya seperti dulu," mataku menerawang ke arah kilau air danau dan bayang-bayang dedaunan yang menimpanya.
Otto terdiam sejenak, lalu menatapku lekat-lekat.
"Fanny, aku kaget kamu bisa cepat kembali tertawa. Kamu hebat. Kamu kuat, masih seperti dulu. Janji ya, jangan pernah hapuskan senyum itu. Jangan pernah kehilangan harapan".
"Ya, karena aku tahu ada Tuhan yang selalu memberiku harapan. KasihNya lebih besar dari semua kesalahanku. Tapi, bagaimanapun juga aku tetap manusia biasa yang bisa lemah".
"Tenang saja!! Mas Otto akan tetap menjaga Fanny!!" kata Otto sambil meloncat berdiri dengan gaya superhero-nya. Spontan saja aku tertawa, dan akan selalu tertawa.
"Bodoh"
"Ah, kapan kamu panggil aku ganteng? Kadang aku ingin kamu seperti gadis desa lainnya. Begitu aku lewat, kamu langsung tertarik oleh magnetku, Fanny. Hahaha! Oh, ya, tidak apa-apa kalau aku panggil Fanny?"
"Tidak apa-apa. Aku tidak membuang Fanny. Toh Tuhan mengijinkannya ada dalam hidupku."
"Wah, dewasa sekali kata-katamu itu ya! Mbak Fanny makin cantik jadinya, ahaha"
"Kamu makin tolol"

***

Aku kembali pada kehidupanku di Jakarta. Semua mata pedas mengikuti langkahku di koridor sekolah. Aku tahu aku harus tanggung konsekuensi dari apa yang kuperbuat. Namun kuberanikan diri untuk menyapa mereka, membantu mereka, atau meminta bantuan mereka. Aku meminta maaf kepada mereka semua yang pernah aku sakiti. Aku tidak peduli respon mereka. Yang aku tahu, aku ingin memulai hidup yang baru. Bukan dengan mempersalahkan masa lalu, mengasihani diri, dan takut pada bayang-bayang kelam dulu. Tapi dengan keberanian dan harapan untuk melangkah maju melakukan apa yang harus aku lakukan. 

Terkadang aku melihat mama dan papa yang masih khawatir kalau-kalau aku kembali frustasi. Namun aku tidak apa-apa, ma, pa. Sekalipun mungkin aku akan kembali jatuh, aku pasti berdiri lagi dan semakin kuat setiap harinya. 

"Lisa, ada kiriman dari Otto, sayang"
"Huh? Kiriman apa, ma?"
Dari bentuknya saja aku sudah tahu. Ini lukisan. Apa lagi yang diperbuat si bodoh ini?
"Hai Fanny! Inilah hasil kamu mengajariku melukis! Hahahaha... Sayang guru lukisku itu kurang berpengalaman, jadi hasilnya kurang memuaskan. Tapi aku yakin lukisanku ini sanggup membuatmu tersenyum kan? Semangat ya buat pameran lukisanmu hari ini! Dari mas ganteng, Otto"

Dasar bodoh. Wajah Yume yang kau lukis pun jadi ikut terlihat bodoh seperti ini. Ah, aku senang kamu terus menemaniku, Otto. Sekalipun kamu ada jauh di sana. Aku bangga kamu bisa mewujudkan mimpimu di sana. Dengan kepintaranmu itu, kamu bisa jadi orang sukses di kota. Tapi kamu malah memutuskan untuk membuat ladang-ladang baru dan membantu orang-orang desa.
"Sarjana pertanian itu ya kerjanya di ladang, bukan di balik meja kantor, menganggur, makan gaji buta. Lihat saja nanti, Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ndak bakalan lagi impor-impor beras!"
Susah punya teman orang sebodoh kamu. Liburan nanti aku pasti akan jitak kepalamu supaya pintar sedikit.

"Ayo, Lisaa!!Nanti kamu terlambat!"
"Ya, maa!"

Aku senderkan lukisan Otto di dekat tempat tidurku. Seusai pameran nanti pasti akan kupasang di dinding kamarku. Aku harus cepat-cepat berangkat sekarang. Hari ini akan jadi hari penting sekali untukku. Aku menoleh ke arah meja belajarku. Di sana ada Yume yang tersenyum padaku.

"Karena harapan, aku bisa sampai di detik ini. Hari ini semua lukisanku akan dipajang di Galeri Nusantara, tempat para seniman Indonesia memamerkan karyanya. Nanti akan hadir juga orang-orang penting dalam dunia seni rupa dari luar negeri. Aku tidak menyangka hari ini tiba juga untukku. Satu jalan sudah terbuka untuk mimpi-mimpi besar lainnya. Ceritaku tidak sampai di sini. Ceritaku baru saja akan dimulai. Dah, Yume.."

"Lisaaaa"
Aku memandang sekali lagi lukisan Otto. "Yume: Hope"

"Ya, maa. Aku turun sekaraaang"

2 comments:

Alvin Steviro said...

wuah.. ini orang udah bikin 15 chapter, gw chapter 4 aja belom dateng-dateng.. .__.
males nih gw hahaaaa

allright then, for the story..
gw honestly sih masih rada ngeganjel dengan tokoh Yume.
Kalau diliat dari awal, intensitas peran Yume punya penurunan yang keliatan banget. emang sengaja dibikin gitu Hed?
anyway, ending yang smooth plus pesen yang nyampe recovers all the flaws. Very nice! (y)

Heidy Angelica said...

hihihi.. thankkkss