Monday, June 20, 2011

Forgotten #2


“Hey.. Hey!”
Kelopak mata Lisa enggan untuk membuka. Dari celah buku matanya, warna keunguan muncul.
“Halooo.. Bangunnn!” entah suara darimana dan siapa itu. Lisa memutar badannya ke sebelah kiri, semakin erat memeluk gulingnya, lalu terbangun, tersentak, takut kalau-kalau ia terlambat masuk sekolah.
“Aduh!”
“Ngg.. Ini kan hari Sabtu. Sekolah libur. Suara apa sih daritadi. Seperti ada yang jatuh,” gumam Lisa sambil mengusap-usap matanya.

Pak.. Pak.. Pak..
Terdengar kepakan sayap dari bawah tempat tidur Lisa.
Hah? Ada kupu-kupu? Bukan. Itu Yume.
“Huaaaa!!!!” Lisa berteriak sekencang-kencangnya, membuka mata selebar-lebarnya
“Aihh.. Tenang-tenang.. Boneka tidak hanya hidup di dongeng, kok! Ayo, bangun, kita jalan-jalan!” kata Yume kepada Lisa yang masih panik, bingung, tak bisa berkata apa-apa. Dia mulai terbang ke arah jendela dan terhenti karena teringat akan Lisa yang tidak bersayap.
“Dasar manusia,” katanya menghela nafas.

Yume menarik telunjuk Lisa sambil terengah-engah. Bagaimana mungkin dia bisa membawa Lisa yang telapak tangannya saja lebih besar dari ukuran badannya? Dia memejamkan mata dan terasa sesuatu merambat di punggung Lisa, menyibakkan rambut panjangnya, dan mulai membuat kakinya melayang. “Aku punya sayap!”kata Lisa dalam hati.

“Ayo, kita pergi sekarang!” kata Yume
“Engg.. Tapi..”
“Sudahlah ikuti aku saja, jangan banyak tanya”
Lisa memandang jam dinding di kamarnya yang sangat rapih itu. Pukul 11 malam.
“Hhh.. Ya, sudahlah.. Mungkin ini hanya mimpi. Sepertinya menarik, aku ikuti saja,” pikir Lisa.

Mereka terbang melewati jendela kamar yang berhadapan langsung dengan langit malam yang dingin. Lisa dengan takut melihat sedikit-sedikit ke bawah. “huooow,” Lisa langsung saja hampir jatuh karena ketinggian yang dilihatnya.
“Astaga, aku benar-benar terbang!” kata Lisa
“Norak”
“Aihh.. Manis-manis ternyata pedas juga. Huh”
“Lebih keren lagi, haha.. Daripada kamu, cantik, anggun, lemah lembut, cih.. Terlalu wanita”
“Loh, aku kan memang perempuan”
“Tapi bisa-bisa laki-laki meremehkanmu. Cewek seperti kamu kelihatan lemah, tahu”
“Tapi anggun”
“Ya ya ya, terserah”
“Huh.. Aku tidak ingat punya boneka sinis seperti kamu. Padahal aku mengambilmu dari gudang karena senyummu sangat manis. Sejak kapan aku memilikimu? SD? SMP?”
Yume memandang Lisa sekejap dengan wajah yang aneh. Terkejut, takut, lalu sedih, dan kembali dingin seperti semula. Yume terbang lebih cepat dari Lisa untuk mengusir perasaan gundahnya.

Mereka melewati bangunan-bangunan Jakarta yang padat. Tinggi dan juga rendah. Beberapa kali Lisa hampir menabrak puncak-puncak gedung tinggi karena terlalu asik mengobrol dengan Yume. Lisa tersenyum ketika melihat pemandangan di bawahnya. Cahaya-cahaya kendaraan, lampu kota, dan bangunan-bangunan menghiasi malam tak berbintang. Cahaya itu sepintas terlihat membentuk garis panjang seiring dengan cepatnya mereka terbang melewatinya. Lisa yang sudah mulai stabil mulai memainkan sayapnya. Dia terbang ke kanan, lalu ke kiri, ke kanan lagi, lalu ke kiri. Lisa mulai bersenandung kecil, lalu tertawa, dan berteriak saat ia mencoba salto di atas udara. Lisa yang biasanya terlihat cantik menawan dalam keanggunannya, tampak lebih segar dan cantik dengan tawa lepasnya.

“Wohooo.. Seru sekaliii”
Yume, malaikat yang jutek itu mulai tersenyum. Geli melihat tingkah Lisa yang konyol.
“Jangan salto seperti itu. Dastermu terbuka”
“AH!”
“Bohong. Lagipula mana ada yang lihat di atas sini,” kata Yume sambil tersenyum kecil
“Hei! Menyebalkan sekali!”

Rasanya Jakarta saat kecil dari atas sana. Jakarta terlewati dengan begitu cepat, dan kelihatannya mereka sudah sampai di tempat lain. Banyak pepohonan di bawah sana. Jarang sekali ada bangunan. Sekalipun ada paling-paling hanya rumah penduduk yang kecil dan usang. Dimana ini?

“Ngomong-ngomong, mau kemana kita?” tanya Lisa
“Ke rumah”
“Hah? Rumah siapa?”
Yume memandang Lisa sambil tersenyum.
“Sebentar lagi kita sampai, kok”
“Untuk apa kamu membawaku?”
“Sudah kubilang, jalan-jalan!”
“Tapi kenapa aku?”
“Ini kan mimpimu, bodoh”
“Wah.. Kamu kelihatan begitu nyata dan tidak aku percaya. Aku pikir ini adalah mimpi, dan sekarang kamu berkata kalau kita sedang ada dalam mimpi. Hmmm.. Biasanya di dongeng tidak begitu, tahu!”
“Konyol,” Yume selalu menjawab dengan singkat, sinis, tanpa melihat pada Lisa.
“Tunggu, jawabanmu itu tidak menjawab. Kalau begitu, mengapa kamu mengajakku dalam mimpi ini untuk ke tempat itu?”
“Diam. Kita sudah sampai. Siap-siap ya”

Tiba-tiba mereka turun dengan melesat cepat sekali. Lisa tidak melihat dengan jelas apa yang mereka lewati ataupun yang mereka tuju. Pohon-pohon di hadapan mereka ditembus begitu saja sampai mereka juga menembus dinding sebuah rumah dan berhenti di sana. Lisa terjatuh di lantai dengan keras sedangkan Yume dengan sigap mengontrol tubuhnya. Yume terbang rendah di samping Lisa yang meringis kesakitan. Lisa perlahan-lahan berdiri dan melihat sekeliling.

Mereka ada di sebuah kamar yang rapih dan bersih. Tiba-tiba pintu di dobrak dengan kencang. Masuk seorang wanita menyeret seorang anak kecil berusia sekitar 6 tahun. Anak itu menangis dan menjerit sambil memegang tangan wanita itu yang menarik rambutnya. Anak itu dilemparnya ke pojok kamar, ditendang, dan dipukuli. Wanita itu sangat menyeramkan. Matanya bulat besar, ganas. Rambutnya panjang dan sedikit berantakan.

Ruangan itu seakan buyar, dan berganti dengan ruangan lain dalam sekejap. Anak kecil tadi tidur di kasurnya. Mengangguk-anggukkan kepala sambil bernyanyi keras-keras dengan earphone di telinganya. Tubuhnya gemuk, rambutnya pendek berantakan. Wajahnya muram dan tidak menyenangkan. Matanya membuat Lisa tidak nyaman.

“Hei.. Dia tidak melihat kita?” bisik Lisa pada Yume
“Tidak. Kita tidak terlihat dan tidak terdengar”
“Ini dimana?”
Lisa memandang sekelilingnya. Kamar itu rapih dan bersih. Tapi di dekat meja belajar, banyak foto orang-orang tertempel di sana. Beberapa dicoret dengan tanda silang yang besar dan salah satu foto ditancap dengan jarum jangka. Baru saja Lisa mendekati foto-foto itu beberapa langkah, ruangan tersebut bergoncang.

Semuanya buyar dan berganti dengan sawah-sawah yang luas, hijau, dan mendadak hari sudah terang. Udara pagi yang sejuk terasa sangat menyegarkan. Perkebunan itu terbentang luas dari bawah sampai ke atas. Di atas perkebunan terdapat semacam pondok. Anak kecil dan wanita tadi duduk berdua di sana. Mereka tampak sangat senang. Anak itu tertawa sambil mengangkat-angkat boneka beruangnya. Wanita itu tersenyum lebar memandang tingkah anak itu. Wajah mereka jauh berbeda, pastilah bukan ibu dan anak. Lagipula wanita itu juga masih sekitar 20 tahun, tidak mungkin sudah punya anak sebesar itu. Mereka berpelukan, wanita itu mencium kening anak tadi dan kembali bercanda ria bersama.

“Aneh,” pikir Lisa.
“Sudah malam. Ayo, kita pulang,” kata Yume mengepakkan sayap ungunya.
“Tunggu. Mereka siapa sebenarnya? Apa yang ingin kau tunjukkan? Kau pasti tahu dong siapa mereka?”
Yume memberikan senyum yang patah dan berkata, “Kau seharusnya lebih tahu”
“Ayolah.. Aku tidak tahu ini mimpi indah atau mimpi buruk. Aku tidak suka mimpi aneh seperti ini”
“Ini bukan mimpi. Aneh? Hidup manusia memang aneh”
“Maksudnya?”
“Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, besok kita jalan-jalan lagi, ya? Tapi cepatlah kau bangun! Menyusahkan saja”
“Ngg.. Baiklah. Moga-moga ini akan menjadi seseru perjalanan Sophie di Dunia Sophie,” kata Lisa asal

Mereka kembali terbang ke atas, menyusuri tempat yang mereka lalui untuk kembali ke rumah. Kali ini terasa jauh lebih cepat. Mereka sampai di kamar. Lisa naik ke atas tempat tidurnya, menarik selimutnya, merapikan bantalnya dan tertidur. Lisa pun bermimpi – sepertinya. Esoknya Lisa terbangun di pagi hari dengan perasaan aneh. Lisa memandang meja belajarnya, terlihat Yume yang tergantung di atas lampu. Tidak bergerak, senyumnya pun tidak.

No comments: