Friday, June 24, 2011

Forgotten #3 (Lisa)

Saat ini pikiranku hanya berisi tentang mimpi semalam. Baru kali ini semuanya terlihat begitu nyata dan dapat dengan jelas aku ingat, walaupun beberapa kali buyar dan samar. Namun aku sama sekali tidak mengerti. Baru kali ini juga aku memikirkan tentang mimpiku, Konyol sekali menganggap serius mimpi yang aneh. Tapi aku merasa ada sesuatu di balik mimpi itu. Hmm.. Mungkin tunggu mimpi selanjutnya? Ah, bodoh! Mana mungkin bisa berkelanjutan?

“Lisa.. Lisa.. Melisa.. Jadi fog(x)nya berapa?”
“Ah? Apa itu, pak?”

OK, ternyata di ruang kepala sekolah yang ‘angker’ ini tidak ada juga inspirasi. Kaki terangkat satu dan tangan menjewer kuping sendiri juga tidak membantuku menemukan jawabannya. Malu sekali harus berpose seperti ini sampai jam matematika usai. Untung saja hari ini matematika hanya ada 45 menit. Daripada aku harus berdiri 2 jam?

“Ah.. Kasian sekali Melisaku”
“Psstt! Nanti dia dengar! Huh, pak guru keterlaluan menghukum Bidadari Nusa Bangsa dengan hukuman memalukan seperti itu”
“Iya.. Mungkin dia kecapaian, makanya melamun seperti itu”
“Biarpun konyol, tapi dia tetap cantik, anggun, dan..”
“Sssst!! Dia melihat kita!”

Ah, mereka membuatku malu saja. Berisik sekali, huh.. Begitu aku melihatnya, langsung mereka kabur begitu saja.

Kriiiinggg...
Akhirnya pulang juga! Riuh anah terdengar dan menggema di ujung-ujung sekolah. Kuhampiri beberapa temanku, bercanda, bergosip, dan juga membuat janji. Rumahku hanya beberapa blok dari sekolah, dan aku senang dapat jalan pulang ke rumah melewati taman kota yang rindang dan indah. Derap langkahku bersemangat, mendukung senyum yang merekah di wajahku. Di salah satu bangku taman, mataku bertemu dengan mata seorang wanita. Matanya kaget melihatku, membuat aku memperlambat langkahku. Tadinya dia sedang menyeka keringat di dahinya, dan duduk di sebelah gerobak mainannya. Sekarang, senyum lebar muncul diikuti lambaian tangan yang cepat. Aku berhenti terheran-heran, mematung saat wanita itu menghampiriku.

“Fanny! Sedang apa kamu di sini? Liburan? Apa kabar?” kata orang asing itu.
Tunggu.. Wajahnya terlihat tidak asing bagiku. Tapi siapa?
“Maaf. Saya bukan Fanny,” kataku pelan.
“Hah? Ngomong apa sih kamu? Eh, kok kamu pakai seragam sekolah?”
“Anda siapa?” tangannya yang memegang erat bahuku membuatku panik dan menjauh darinya.
“Apa? Jangan bercanda! Ini aku, Susan!”

Susan? Rasanya aku tak pernah mendengar nama itu. Tapi.. Aku rasa dia.. Ah! Dia wanita muda yang ada dalam mimpiku semalam! Apa-apaan ini? Aku mulai takut, nafasku mulai tidak teratur. Aku langsung berusaha pergi darinya. Ia menahanku namun makin kuat aku mencoba melepaskan tanganku darinya. Dia terdiam dan melepaskanku. Aku berjalan cepat pulang ke rumah, pikiranku kacau. Aku menoleh ke belakang, dia masih disana memandangku dengan tatapan kosong.  Bagaimana mungkin aku memimpikan seseorang yang tidak pernah aku kenal, namun ternyata ada di dunia nyata dan mengenalku? Aneh sekali! OK, mungkin ini hanya kebetulan saja. Mungkin tadi adalah kenalan mama? Ya! Mungkin benar. Tapi.. Seorang pedagang mainan?

Sekarang saatnya kutenangkan pikiranku. Kuselesaikan tugas sekolahku dan makan malam bersama papa mama. Aku harus bertanya pada mama tentang orang ini.

“Mau nasinya lagi?”
“Tidak, ma.. Sudah cukup, kok”
“Hmm.. Ma, tadi aku bertemu seseorang. Aneh sekali. Dia sangat ramah padaku tapi aku tidak merasa pernah bertemu dengannya. Namanya Susan, teman mama?”

Setelah beberapa detik mama memandangku dengan membisu, papa menjawab.
“O..Oh! Tante Susan! Iya, dia teman mama. Dulu, waktu kamu masih kecil, dia sangat gemas dan senang menggendongmu,” kata papa dengan sangat bersemangat.
“Teman? Pedagang mainan?”
Hanya terdengar desahan kecil dari papa.
“Tapi dia memanggilku Fanny”

Mama beranjak dari meja makan. Makanannya belum habis. Aku memandang mama yang sepintas terlihat menakutkan. Matanya terbelalak, nafasnya tidak teratur, badannya bergetar, dan hanya membisu. Aku terkejut dan terheran-heran melihatnya.

“Ma, mama kenapa?”
Mama hanya pergi dan masuk ke kamarnya.
“Mungkin dia lupa namamu,” kata papa dengan nada rendah,tanpa memandangku.

Rasanya semakin bikin penasaran saja. Tingkah mama dan papa sangat kaku dan terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Aku merasa agak takut, tapi aku tidak takut untuk terus menyusun teka-teki ini dalam pikiranku. Hooooaahmm.. Pasti, deh setelah makan aku mengantuk. Huff..

Kupandang Yume yang tergantung di atas meja belajarku. Kugoyangkan badannya dengan telunjukku.
“Awas saja kalau kau bangunkan aku lagi”

2 comments:

Alvin Steviro said...

endingnya lucu :)
keep moving!
I'm looking forward for the fourth chapter! :D

Heidy Angelica said...

Hihihi.. thanks... :)