Wednesday, June 15, 2011

Makassar, Keindahan Terpendam

Akhirnyaaaa gw bisa tulis juga di blog sekarang! Huaa.. Gak sabar banget deh rasanya menceritakan betapa indahnya, senangnya, mengagumkannya trip sekolah SMA Kristen Calvin ke Makassar beberapa hari lalu! Well.. Mungkin Makassar bukan salah satu objek wisata dalam agenda banyak orang, tapi gw bilang sih Makassar harus jadi sasaran Anda berpergian keliling Nusantara ini. Terutama untuk sekolah-sekolah di Indonesia, rasa cinta tanah air dapat dipupuk melalui studi tour seperti ini. Saya sendiri merasa sangat bersemangat untuk menceritakan betapa bangganya saya akan Indonesia yang kaya akan keindahan alamnya, budaya, dan sejarah.

Dengan didampingi beberapa guru, anak-anak SMA Kristen Calvin kelas XI IPA dan XI IPS mengunjungi beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Kami menikmati perjalanan kami di Makassar, Bira, Pulau Lyukang, dan Bantimurung pada 5 Juni – 10 Juni lalu.

Hari pertama, kami berangkat ke Pantai Bira dan menginap di sana. Perjalanan selama 6 jam dari Bandara Sultan Hassanudin di Makassar menuju Pantai Bira cukup melelahkan kami, namun tidak cukup untuk mematikan keasikan kami bermain di Pantai Bira. Kami menikmati pantai dan menyaksikan matahari terbenam. Pasir putih yang sangat lembut merayu kami untuk bermain air bersama. Langit terhampar luas, dengan awan yang makin lama makin gelap dan tertimpa cahaya kemerahan sang fajar yang akan tertidur. Sebelum menutup seluruh acara pada hari itu, saya, teman dan guru saya pergi ke pantai. Saya tidak habis-habisnya terpesona melihat sekeliling saya. Bintang berhamburan bagaikan sungai yang mengalir di atas saya. Ada yang terang benderang, ada yang kecil dan meramaikan jajaran bintang-bintang malam yang indah. “Kalau lampu sekitar penginapan ini dimatikan, pasti lebih banyak lagi. Lihat yang seperti ekor dan asap di sana? Itu semua bintang, tapi tidak terlihat karena kurang gelap di sini,” kata seorang guru saya. Tidakkkk.. Saya tidak dapat menyembunyikan perasaan meluap-meluap kagum saya. Belum selesai saya terpesona oleh bintang-bintang tersebut, bulan terlihat sangat menggoda. Baru pertama kali ini saya melihat bulan berwarna merah, seperti api, bukan putih biasa. Bukan di atas nan jauh di sana, tapi lurus di hadapan saya. Rendah sekali, terang sekali, besarr sekalii.. Pendaran cahaya merahnya terpantul di air dan menerangi kapal-kapal yang ada di bawahnya. Oh, Tuhan, betapa hebat rajutanMu. Sayang sekali saya tidak tahu bagaimana cara mengambil gambar bulan tersebut dan tidak ada lagi yang membawa kamera selain saya di sana. Saya pun kembali ke penginapan dengan berat hati dan menikmati istirahat saya.



Keesokkan harinya setelah kami menikmati siraman rohani Firman Tuhan, kami berjalan ke pelabuhan beberapa ratus meter dari penginapan kami. Udara yang sangat segar membangunkan kami dan menambah energi tubuh kami. Sekali lagi kami terpesona oleh luasnya langit di atas kami, air yang berkilau tertimpa cahaya matahari mati, kapal dan pohon-pohon yang menambah keindahan pemandangan. Matahari terbit dan memberikan cahayanya yang semakin terang. Sayang sekali saya tidak membawa kamera saat itu. Kami kembali ke penginapan dan bersiap menuju Pulau Lyukang.

Pulau Lyukang benar-benar membuat kami terpesona. Pulau ini masih sangat asri. Selain kami, hanya ada 2-4 orang turis lainnya yang ada di sana. Fasilitas masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan Bali, namun dari pagi sampai sore hari kami tidak bosan-bosannya bermain di sana. Pasir di pantai begitu putih bersih dan dihiasi dengan berbagai pecahan karang dan kerang-kerang yang indah. Airnya begitu jernih, terlihat dasar lautan dengan karang-karang yang indah. Snorkeling tentu menjadi pengalaman mengesankan pula. It was sooo beautifulllllll.. Saya tidak dapat memikirkan apa-apa, terdiam, dan hanya mendengarkan suara tarikan nafas saya satu demi satu. Tangan saya ingin sekali memegang karang yang besar dan tinggi, dekat sekali dengan saya, namun takut karang itu rusak. Lalu saya dan teman-teman naik kapal masing-masing dan menuju ke tempat pemeliharaan penyu. Kami ikut berenang dan berfoto ria dengan penyu-penyu di sana. Setelah beranjak dari aktivitas kami di pantai, kami menikmati santapan siang yang sangat enak. Ikan yang disajikan sangat segar, dimasak dengan bumbu yang sangat lezat, dengan daging yang sangat lunak. Hari itu benar-benar sempurna. Sekitar pukul 3 sore, kami kembali ke Pantai Bira. Dan saking indahnya, kami tetap bermain di Pantai Bira sampai matahari terbenam kembali.. :)





Dalam perjalanan menuju Makassar kembali, kami mengunjungi pembuatan kapal phinisi. Sebuah kapal Nusantara yang sudah sangat terkenal dari sejak ratusan tahun yang lalu, mengarungi samudera bahkan sampai ke Eropa. Saya sangat kagum melihat besar kapal phinisi tersebut. Kebetulan mereka sedang mengerjakan kerangka kapal yang sudah dikerjakan selama 7 bulan (dan biasanya diselesaikan kerangkanya dalam waktu 1 tahun). Lebih kagum lagi ketika guru saya menjelaskan betapa kita seharusnya bangga dengan aset kita tersebut. Kapal phinisi dibuat dari kayu Papua yang sangat kuat. Saking kuatnya sampai-sampai dapat mematahkan beberapa kali mata bor yang digunakan untuk mengerjakan kayu tersebut! Kapal yang kami lihat tersebut dipesan oleh Polandia dengan harga yang sangat murah. Kerangka kapalnya saja berharga 3 milyar. Jangan kaget dahulu, karena kapal-kapal di luar negeri untuk kerangkanya saja bernilai jutaan dolar. Pemerintah Indonesia seharusnya dapat melihat potensi negaranya dan peduli dalam mengembangkannya. Upah tenaga kerja di Indonesia terlalu kecil. Polandia bukanlah negara yang kaya di Eropa, tapi dia bisa mendapatkan kapal yang baik dan murah dari Indonesia. Indonesia yang adalah negara kepulauan seharusnya dapat mengembangkan aset berharga ini sebagai ikon negara dan sumber devisa negara.




Selanjutnya, Bantimurung. Tempat ini terkenal dengan air terjun dan kupu-kupunya. Saya sangat sedih mengunjungi tempat ini karena pemda benar-benar tidak memperhatikan objek wisata negara. Terdapat Museum Kupu-kupu yang tidak lagi dapat dikunjungi karena jembatan menuju ke museum tersebut roboh dan tidak diperbaiki. Tempat pemandian, kamar mandi, tempat duduk dan sebagainya juga tidak dikembangkan dan dipelihara dengan baik. Bahkan, tempat yang disebut oleh Wales ini sebagai Kerajaan Kupu-kupu sekarang tidak lagi menyimpan keindahan peri-peri cantik itu. Dari awal sampai akhir, saya hanya menemukan sekitar 3-4 jenis kupu-kupu saja. Hitam, biru, oranye, dan kuning dalam jumlah yang sangat sedikit. Sedangkan di depan pintu gerbang masuk dijual banyak sekali kupu-kupu beraneka warna, bentuk, dan keindahannya masing-masing. Ciptaan Tuhan yang begitu cantik itu hanya terdiam kaku bersama teman-temannya di dalam bingkai-bingkai  kayu.




Perjalanan kami dilanjutkan di Goa Leang-Leang yang tak kalah menariknya. Biarpun panas menyengat, saya tetap asik mengambil foto-foto tebing tinggi, bebatuan yang besar-besar, sungai yang jernih dan indah sekali, serta goa di atas tebing. Batu-batu besar yang tersusun secara alami sangat indah. Bayangannya yang timbul karena sinar matahari juga menambah kegagahan batu-batu tersebut. Sungai yang sangat jernih membuat banyak dari kami tidak tahan untuk turun ke sungai dan menyelupkan kaki kami ke dalam air. Kami tertawa, tersenyum, dan senang sekali dengan alam yang sangat ramah ini. Goa Leang-leang ternyata bukan hanya sekadar goa biasa. Goa ini sangat penting karena menjadi salah satu bukti yang meruntuhkan teori evolusi. Goa yang terletak tinggi di atas, menampilkan gambar babi rusa dan tangan yang sangat jelas. Ada tangan berjari empat dan ada yang berjari lima. Konon katanya, yang lima itu tanda mereka sedang melakukan ritual penyembahan biasa. Sedangkan jika yang berjari empat hanya untuk upacara kematian. Jika ada anggota keluarga yang meninggal, maka keluarga yang masih hidup harus dipotong ibu jarinya. Hal ini meruntuhkan teori evolusi karena delapan ribu tahun lalu sudah ada semacam budaya, ritual, dan kepercayaan. Tidak mungkin monyet memiliki kecerdasan seperti itu atau bahkan kepercayaan. Bayangkan bukti penting itu ada di Indonesia, negara yang sering kita hina ini :)






Masih banyak hal yang mengesankan selama di Makassar. Kami mengunjungi Somba Opu dan juga Fort Rotterdam. Penjelasan sejarah dan budaya yang dijelaskan sangat menarik untuk dipelajari. Yang menyenangkan adalah, apa yang saya pelajari di kelas sekarang ada di depan mata saya. Nama-nama orang terkenal yang ada di buku sekarang pernah ada di tempat saya berada. Di Makassar, saya semakin mencintai Indonesia ini. Bersyukur saya dapat bersukacita dan menikmati segala sesuatu yang ada di sana. Bersyukur saya masih dapat memuji nama Tuhan yang menciptakan keindahan-keindahan tersebut. Bersyukur pula sekolah saya mendorong kami semua untuk dapat memikirkan panggilan hidup kami dan apa yang dapat kami lakukan untuk Indonesia ini. Saya mencitai Indonesia bukan hanya karena “surga-surga dunia” yang ada di tanah air ini. Namun saya mencintai Indonesia karena di tempat inilah saya lahir, saya ada, saya ditempatkan Tuhan. Di tanah inilah saya belajar, saya hidup, dan saya mengenal Tuhan. Saya mencintai Indonesia karena inilah Indonesiaku.

3 comments:

MY said...

I think for the "beautifull" at the sentence "It was sooo beautifull" supposed to be "beautiful"...but anyway nice story.....it take me more detail to read this writing than to hear your annoying story in the train ;p ...hahaha really what a coincidence to find this blog.

MY

Heidy Angelica said...

err. itu gk salah spelling kale.. cm mo panjangin aja.. sama kek "so" jadi "sooo"

HEY! err.. jadi.. pertemuan kita gk berakhir di kreta ya? *glegarr*

thanks..

DoctoKid said...

Wakakakakakaka Nope I think.......I going to haunt you down...*glegarrr (2 times)*....wakakakaka